Assalaamu ‘alaikum
warrahmatullaahi wabarakaatuh.
Sahabat-sahabat yang dirahmati
Allah SWT.
Saat ini, masih juga ada berita
menghebohkan di masyarakat yang menyebutkan bahwa beberapa produk makanan
terkenal tertentu yang bersertifikat halal resmi MUI ternyata haram karena
menggunakan bahan dari babi. Tulisan yang bertajuk: “Kode Babi pada Makanan Kemasan
(termasuk dalam ES KRIM MAGNUM)” ini beredar di internet, melalui: email,
mailist, Facebook, Twitter, maupun SMS, WhatsApp, Telegram. Anehnya, si penulis
artikel tidak mengidentifikasi kandungan babi tersebut menggunakan fasilitas
uji laboratorium, seperti Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Fourier
Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), atau Gas Chromatography – Mass Spectrum
(GC-MS). Penulis menyebutkan bahwa kandungan babi sebuah bahan dapat diketahui
dari keberadaan kode E tertentu pada label di kemasan. Ini yang menarik!
Penulis ternyata ‘memastikan’ keberadaan bahan baku makanan dari babi bukan
didasarkan pada analisis ilmiah, namun sekedar keberadaan sebuah huruf tertentu
pada kemasan.
Atas saran banyak sahabat, saya
diminta membuat tulisan agar mudah di-copy paste sahabat-sahabat, agar bisa
bersama-sama mengoreksi kesalahan dan kembali menenangkan umat dengan berita
yang benar.
Sahabat-sahabat sekalian yang
dirahmati Allah Swt.
Saya pertama kali memperoleh hoax
(informasi bohong di internet) ini di sekitar tahun 2004/2005. Sekarang hoax
ini muncul lagi, bahkan menyebut salah satu produk dari sebuah perusahaan
terkenal di tanah air. Saya sedih…hoax ini jadi pesan berantai. Banyak saudara
kita yang tidak tahu, lalu merasa wajib menyebarluaskannya. Semua gara-gara
termakan issue bohong…!
Efeknya tentu menjadi sangat
buruk,
Pertama, muncul image bahwa LPPOM
MUI tidak amanah, padahal lembaga ini sudah sangat ketat sistemnya dan
istiqomah para auditornya.
Kedua, umat seakan jadi sangat
mudah diombang-ambingkan berita dari orang fasiq. Bahkan beberapa kalangan
dalam umat Islam sekarang gemar menyebarkan berita yang aneh-aneh, padahal
tidak jelas status kebenaran berita tersebut.
Ketiga, ini bisa jadi fitnah bagi
perusahaan yang bersangkutan. Padahal Allah dan Rasul-Nya telah melarang kita
bersikap tidak adil hanya gara-gara kita tidak suka dengan perusahaannya.
Maka dari itu, perkenankanlah saya
menyampaikan beberapa hal sbb.:
Pertama, Allah Swt meminta kita
melakukan tabayyun (klarifikasi) jika
kita mendengar berita yang meragukan. Jangan sampai kita melakukan perbuatan
yang tidak baik, yang kelak akan membuat kita menyesal.
Sebagaimana Firman Allah Swt.
Berikut, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al Hujuraat 49: 6)
Kedua, Ice cream Magnum dari Walls
sudah memiliki Sertifikat Halal (no. 00290047180208, berlaku sd. 22 Januari
2016). Artinya, produk tersebut telah diperiksa dengan cermat dan sangat teliti
oleh para ahli (auditor) yang tergabung dalam LPPOM MUI. Emulsifier/stabilizer
E472 yang dipakai perusahaan ini juga telah diteliti dan sudah dipastikan bahwa
bahannya bukan dari lemak babi.
Sebatas yang saya ketahui dan saya
yakini sebagai ‘bekas’ Sekretaris Eksekutif LPPOM MUI Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, sangat kecil kemungkinan PT. Unilever sebagai produsen Walls nekad
menggunakan bahan haram. Alasannya, pertama, Unilever adalah perusahaan raksasa
internasional. Apa iya mereka berani mempertaruhkan nama besar perusahaan
mereka dengan menggunakan bahan haram. Ajinomoto cukup menjadi pelajaran berharga
bagi banyak perusahaan, bahwa kalau nekad menggunakan bahan haram (padahal
sudah bersertifikat halal), maka kepercayaan masyarakat bisa hilang. Saat itu
omzet penjualan Ajinomoto anjlok hingga tinggal 20%.
Ketiga, LPPOM sangat ketat dalam
melaksanakan tugas audit halal. Saat ini, setiap perusahaan yang menghendaki
Sertifikat Halal (SH) diwajibkan untuk menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH).
Ini adalah sistem yang HARUS diterapkan perusahaan yang minta SH. Perusahaan
yang bersangkutan harus membuat sistem tertulis yang diberlakukan untuk
menjamin status kehalalan seluruh bahan baku dan proses produksinya.
Keempat, tentang ‘Kode Babi pada
Makanan Kemasan’, maka perlu disampaikan bahwa informasi tentang E-numbers
(E-codes) ini adalah kelirudan tidak ada dasarnya sama sekali. E-numbers adalah
kode bahan tambahan pangan, tidak semuanya berasal dari bahan hewani. Memang
ada E-numbers yang berasal dari bahan hewani, namun tidak sedikit pula
E-numbers yang berasal dari bahan nabati, bahan tambang, bahkan bahan sintetis.
E-numbers yang berasal dari bahan hewani, tidak hanya berasal dari lemak, namun
juga berasal dari senyawa lain maupun organ tubuh tertentu, seperti: tulang,
kulit, telur, susu, dll. E-numbers tidak semuanya emulsifier/stabilizer,
apalagi lemak babi. Ada E-number yang berupa senyawa pewarna, senyawa pengawet,
senyawa pengasam, senyawa antioksidan, dll.
Kode E-numbers sama sekali tidak
identik dengan status halal atau haram, apalagi identitas sebagai lemak babi.
Sebagai contoh:
-
Kode E100 adalah kode untuk kurkumin (tepung kunyit). Apakah logis tepung
kunyit mengandung lemak babi?
-
Kode E140 adalah kode untuk pewarna hijau alami dari zat hijau daun
(khlorofil). Apakah logis khlorofil mengandung lemak babi?
-
Kode E153 adalah kode untuk pewarna hitam alami dari karbon arang kayu (charcoal). Apakah logis arang kayu mengandung lemak
babi?
-
Kode E406 adalah kode untuk agar-agar, asalnya adalah dari rumput laut. Apakah
logis agar-agar rumput laut mengandung lemak babi?
-
Kode E407 adalah kode untuk karagenan (carrageenan), yaitu
karbohidrat dari ganggang merah (rumput laut). Apakah logis rumput laut
mengandung lemak babi?
Memang kita mesti berhati-hati
dengan beberapa kode tertentu, seperti E471-476. Bahan-bahan ini adalah bahan
pengemulsi (emulsifier), dibuat dari asam lemak. Oleh sebab itu,
status kehalalannya tergantung dari asal lemak yang dipakai. Jika ia berasal
dari lemak nabati, maka statusnya halal mutlak. Jika ia berasal dari lemak babi,
maka statusnya haram mutlak. Jika ia berasal dari lemak hewan halal yang
disembelih secara syar’I, maka statusnya halal.
Jika sebuah produk makanan,
minuman, atau obat menggunakan kode E471-476 dan sudah memiliki Sertifikat
Halal resmi, maka itu artinya seluruh bahan baku yang dipakai untuk
membuat finished product telah diperiksa dengan cermat,
diteliti, dan diyakini tidak menggunakan bahan haram dan diproses dengan metode
yang tidak menyimpang secara Syari’at Islam. Demikian pula kiranya dengan kasus
es krim Magnum dan White Koffie Luwak. Kedua produk ini telah memiliki
Sertifikat Halal resmi dari LPPOM MUI Pusat. Maka semua bahan baku yang dipakai
(termasuk E471 dan E472) telah diverifikasi dengan sangat cermat oleh auditor
LPPOM dan diyakini tidak berasal dari bahan haram.
Lalu bagaimana kiranya dengan
kasus ceriping kentang Lays yang diproduksi oleh PT. Indofood Fritolay Makmur?
Produk ini disebut-sebut haram karena menggunakan bahan E631. Sesungguhnya,
kode E631 adalah kode untuk penyedap masakan sodium inosinat. Lays telah
memiliki Sertifikat Halal resmi LPPOM MUI Pusat dengan nomer sertifikat:
00100037591205, berlaku hingga 7 Januari 2016. Maka artinya, semua bahan yang
dipakai (termasuk E631) sudah diaudit oleh staf LPPOM MUI dan dipastikan bahwa
status semua bahan baku yang dipakai adalah halal dan aman dikonsumsi
oleh umat Islam.
Informasi resmi dari Halal Food
Guide – Inggris mengenai E-numbers berikut juga bisa dipakai sebagai
rujukan: http://www.guidedways.com/halalfoodguide.php#
Jadi kesimpulannya, kalimat yang
menyatakan bahwa, “…kode-kode E-number adalah kode rahasia lemak babi” adalah
SALAH dan TIDAK BERDASAR fakta ilmiah. Tidak semua E-number itu dari lemak babi
dan haram.
Kelima, ada beberapa hal yang
membuat saya amat sangat yakin sekali bahwa berita yang menyebutkan bahwa
E-numbers adalah kode rahasia lemak babi adalah hoax. Hal ini didasarkan
beberapa fakta berikut:
Artikel yang menyebutkan kode-kode
E adalah kode lemak babi bermula dari sebuah artikel yang ditulis oleh orang
yang mengatasnamakan diri sebagai Dr. M. Amjad Khan dari US Medical Research
Institute, Amerika. Tokoh ini disebutkan telah berbincang dengan Shaikh Sahib
yang konon bekerja sebagai staf Quality Control (QC) di Badan Pengawasan Obat
dan Makanan (POM) di Kota Pégal, Perancis.
Saya mencoba melacak siapakah
gerangan tokoh-tokoh ini, dan dimanakah gerangan lembaga-lembaga yang
disebut-sebut di artikel tersebut. Mari kita lihat bagaimana hasilnya:
1. Siapakah oknum yang disebut
sebagai Dr. Amjad Khan atau Dr. Anjad Khan ini? Menggunakan search engines Google dan Yahoo menggunakan kata
kunci Anjad Khan, saya membuka 14 halaman dan menemukan 2 orang dengan nama
Anjad Khan, yaitu: Anjad Khan yang tinggal di West Yorkshire, UK dan Anjad Khan
warga negara Pakistan yang bekerja sebagai konsultan di Neuro Clinic, Medical
Practice Industry, Pakistan. Keduanya bukan staf di sebuah lembaga yang bernama
Medical Research Institute United States.
Kemudian, kalau saya ganti kata
kuncinya dengan Amjad Khan, maka muncul 3 orang yang berbeda. Amjad Khan
pertama adalah bintang film India (Bolywood). Amjad Khan kedua adalah pemain
Cricket Inggris kelahiran Copenhagen, Denmark. Kedua ‘Amjad Khan’ ini tidak
terkoneksi dengan sebuah lembaga yang bernama Medical Research Institute United
States (kalaupun lembaga tsb ada). Amjad Khan yang ketiga adalah Amjad Khan
yang ada pada artikel E-numbers kode rahasia babi yang di-copy paste
kemana-mana ini. Dari data-data tersebut, dengan mudah saya simpulkan bahwa
nama Anjad/Amjad Khan di artikel ini adalah nama fiktif.
2. Medical Research Institute
United States atau US Medical Research Institute. Hasil pencarian menunjukkan
bahwa tidak ada lembaga yang terkoneksi dengan nama Anjad/Amjad Khan ini.
Memang ada satu lembaga yang namanya mirip, yaitu US Army Medical Research
Institute namun lembaga ini berbeda dengan lembaga yang dimaksud pada artikel
tersebut. Tidak satupun usaha saya berhasil melacak lembaga US Medical Research
Institute, kecuali (satu-satunya) yang ada pada artikel yang di-copy paste
kemana-mana ini. Selain itu, tidak ada jurnal atau publikasi ilmiah yang
dipublikasi oleh lembaga ini. Dari fakta-fakta tersebut di atas, saya berani
menyimpulkan bahwa lembaga yang disebut sebagai Medical Research Institute
United States ini adalah fiktif.
3. Siapakah Shaikh Sahib yang
disebut bekerja di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Pégal, Perancis
ini? Saya menghubungi Bapak Rudi Yusuf Natamihardja, salah satu sahabat saya
yang tinggal di Konsulat Jenderal RI (KJRI), Marseille, Perancis. Saya bertanya
apakah ada lembaga serupa Badan POM di kota Pégal. Beliau menjawab bahwa Kota
Pégal adalah kota kecil, dan disana tidak ada lembaga ini. Lembaga yang serupa
POM adanya di Kota Montpellier, bukan di Pégal. Kesimpulan saya, lembaga serupa
POM di Pégal ini pun juga lembaga fiktif.
4. Kalau benar Syaikh Sahib
bekerja sebagai staf quality control (QC), mestinya dia tahu asal bahan
tersebut (tanpa harus bertanya kepada orang yang ‘berwenang’ dalam bidang itu).
Juga aneh sekali, istilahnya kok ‘yang berwenang di bidang itu. Bukankah Bagian
QC adalah bagian yang paling berwenang dalam pengawasan kualitas bahan.
5. Saya merasa sangat heran dan
tidak bisa mengerti, kok ada perang saudara (civil war) disebabkan
karena peluru yang dilapisi lemak babi. Lagi pula, itu perang saudara dimana
dan antara siapa melawan siapa? Ah, itu sangat nampak bahwa alasan perang
tersebut terlalu dicari-cari. Bahasa gaulnya…non-sense, tidak
logis!
6. Sebatas pengetahuan saya yang
sangat minim sebagai nutritionist, penggunaan E-number itu bukan untuk menutupi
kenyataan, namun sekedar untuk memudahkan identifikasi bahan. Para ahli makanan
di Eropa yang beragama Islam sangat banyak dan sangat paham tentang hal ini.
Masak sebodoh itu seorang doktor teknologi pangan Muslim (Syaikh Sahib) ditipu?
Oleh karena itu, wahai
saudara-saudaraku yang dirahmati Allah SWT.
Marilah kita lebih cermat dengan
setiap informasi yang disampaikan orang kepada kita. Apalagi kalau informasi
itu sangat heboh dan seakan-akan sangat ilmiah. Semoga klarifikasi ini membuat
kita tidak lagi bingung dan lebih mudah mengambil sikap ketika ada orang fasik
datang membawa sebuah berita.
Semoga sahabat-sahabat sekalian
berkenan untuk menyebarluaskan informasi ini agar masyarakat kembali tenang.
Allaahu a’lam bish-showwab.
Wassalaamu ‘alaikum
warrahmatullaahi wabarakaatuh.
Nanung Danar Dono, M.Sc., Ph.D.
- Pengurus Bidang Dakwah
Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Propinsi DIY.
- Auditor Halal Lembaga
Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetika (LPPOM) MUI Propinsi DIY.
- Ketua Prodi S1 Ilmu dan
Industri Peternakan dan Dosen Pascasarjana Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta.
- Alumni College of Medical,
Veterinary, and Life Sciences (MVLS), University of Glasgow, Glasgow, Scotland,
United Kingdom.
Untuk informasi berikutnya, bisa
menghubungi : +62(0)81393775488; nanungdd@yahoo.co.uk
Dicopy dari http://miumipusat.org/wp/hoax-e-number-lemak-babi-kasus-white-koffie-es-krim-magnum-lays/,
pada 17 Agustus 2015, pukul 09.35 WIB.
Tanggapan saya:
jujur saja, semenjak saya mendapat berita hoax tersebut dan sejenisnya, saya
langsung menjauhi aneka produk makanan yang “teridentifikasi” mengandung lemak
babi. Terlepas berita tersebut benar atau tidak, saya hanya ingin berhati-hati
supaya tidak ada makanan haram yang masuk ke dalam perut. So, tak jadi soal bagi
para pembaca yang tetap ingin berhati-hati untuk tidak mengkonsumsi makanan
yang menurutnya masih syubhat. Wallahu a’lam bish shawab.
0 komentar:
Posting Komentar