Oleh: Iffah
Izzah A.
A.
Pendahuluan
Haji merupakan
rukun kelima dalam Islam. Ketika seseorang mampu berhaji, baik secara materi
dan fisik, maka ia harus bersegera menunaikan kewajibannya tersebut. Perintah haji
pun umum bagi setiap muslim yang mampu. Sehingga tidaklah heran jika semua
muslim dari pelbagai penjuru dunia berbondong-bondong ke Makkah setiap musim
haji.
Tak kalah
dengan negara lain, setiap tahun pun Indonesia selalu mengirimkan jamaah
hajinya. Terlebih Indonesia merupakan Negara yang paling banyak penduduk
muslimnya di Asia Tenggara. Banyaknya warga Indonesia yang hendak berhaji tentu
merupakan hal yang baik. Namun ada kendala tersendiri bagi kaum hawa yang masih
mengalami haid.
Salah satu
rukun haji adalah thawaf. Sedangkan syarat thawaf sendiri adalah suci dari
haid. Kesempatan berhaji yang jarang, disebabkan kondisi yang tidak
memungkinkan, tentu membuat semua orang menginginkan hajinya sah. Haid menjadi
problem bagi wanita saat haji. Dewasa kini banyak wanita yang meminum obat atau
pil pencegah haid. Mereka ingin darah haid tidak keluar selama prosesi haji. Hal
itu tentu agar mereka mampu melaksanakan semua rukun haji dengan sempurna.
Sebagian besar
wanita juga merasa tidak memiliki banyak kesempatan untuk berhaji di lain
waktu. Tidak adanya dana, mahram, ataupun jatah berhaji menghalangi mereka
untuk kembali ke tanah suci.
Lalu, apakah
boleh bagi seorang wanita mengkonsumsi obat pencegah haid? Disamping haid itu
sendiri merupakan fitrah seorang wanita. Dalam makalah ini, penulis hendak
membahas seputar haji dan hukum mencegah haid dengan meminum pil atau
sejenisnya.
B.
Definisi Haji
Secara etimologi, haji berarti
pergi menuju. Adapun secara terminologi, haji artinya pergi ke Ka’bah untuk
melaksanakan amalan-amalan tertentu. Atau, haji adalah berziarah ke tempat
tertentu pada waktu tertentu guna melakukan amalan tertentu. Ziarah artinya
pergi. Tempat tertentu adalah Ka’bah dan Arafah. Waktu tertentu adalah bulan-bulan
haji, yaitu Syawal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, serta sepuluh hari pertama bulan
Dzulhijjah.
Masing-masing amalan memiliki waktu
khusus. Misalnya waktu thawaf (menurut jumhur) adalah sejak terbit fajar di
hari kurban sampai akhir waktu manasik, waktu wukuf di Arafah adalah sejak
condongnya matahari pada hari Arafah hingga terbitnya fajar pada Hari Kurban.
Amalan tertentu artinya datang dalam keadaan berihram dengan niat berhaji ke
tempat-tempat tertentu[1].
Haji merupakan kewajiban kewajiban
bagi setiap muslim merdeka yang mampu melakukannya. Baik secara fisik ataupun
finansial. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ
مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ
الْعَالَمِينَ
“Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (Q.S. Ali Imran: 97)
Dari Abu Hurairah dia berkata:
Rasulullah SAW., berkhutbah dan bersabda: “Wahai sekalian manusia, sungguh
telah diwajibkan atas kalian berhaji maka berhajilah kalian. Lalu ada seorang
yang bertanya, “Apakah wajib setiap tahun wahai Rasulullah?” beliau lalu
terdiam. Sampai ketika orang itu bertanya pada kali yang ketiga beliau menjawab,
“Seandainya saya katakan ‘ya’ maka haji akan menjadi wajib setiap tahunnya dan
kalian pasti tidak akan sanggup melakukannya.” (HR. Muslim)
C.
Rukun Haji
Ibadah haji memiliki rukun. Ketika salah
satu rukun tersebut tidak terpenuhi, maka ibadah hajinya pun menjadi tidak sah.
Rukun-rukun haji adalah:
1)
Ihram
Ihram adalah niat haji dengan
mengucapkan talbiyah. Hal ini merupakan rukun pertama dalam haji. Syaratnya dengan
memakai sarung dan selendang, serta tidak memakai pakaian yang dijahit (bagi
pria). Ihram ini dilakukan pada miqat[2].
Wanita yang berihram tidak boleh menutupi wajah dan juga tidak boleh memakai
sarung tangan[3].
2)
Wukuf di Arafah
Inilah rukun yang terpenting. Batas
sah wukuf di Arafah adalah berada di Padang Arafah walaupun hanya sesaat,
dengan niat mengerjakan wukuf sebelum terbit fajar pada Hari Raya Kurban (10
Dzulhijjah). Apabila fajar telah terbit dan belum wukuf di Arafah, maka hajinya
batal[4].
3)
Thawaf Ifadhah
Thawaf yang disyariatkan dalam haji
ada tiga. Thawaf qudum, thawaf ifadhah, dan thawaf wada’. Thawaf qudum
disunnahkan bagi orang yang melakukan haji ifrad dan qiran. Thawaf ifadhah merupakan
rukun haji berdasarkan ijma’ ulama. Haji tidaklah sah tanpa thawaf ini. Allah
Ta’ala berfirman:
...وَلْيَطَّوَّفُوا
بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
“… dan hendaklah
mereka melakukan melakukan thawaf di Baitul ‘Atiq (Ka’bah).” (Q.S. Al-Hajj: 29)
Adapun thawaf
wada, hukumnya mandub menurut madzhab Maliki, dan wajib menurut madzhab lain,
sehingga yang meninggalkannya wajib membayar dam (denda)[5].
Namun wanita yang haid atau nifas mendapat dispensasi untuk tidak mengerjakan
thawaf ini.
4)
Sa’i
Sa’i adalah berjalan pulang pergi
antara bukit Shafa dan Marwah dengan niat beribadah. Sa’i terdiri dari tujuh
putaran, dimulai dari Shafa dan berakhir di Marwah[6].
Perintah sa’i termaktub dalam firman Allah “Sesungguhnya Shafa dan Marwah
adalah bagian dari syi’ar Allah.” (Q.S. Al-Baqarah: 158)
D.
Thawaf Ifadhah
Bagi Wanita Haid
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
thawaf ifadhah hukumnya wajib karena termasuk rukun haji. Thawaf ini menjadi
penghalang tahallul jika belum dikerjakan. Begitu urgennya thawaf
ifadhah hingga seorang yang berihram harus menahan dirinya di Makkah (jika
tidak ada halangan) untuk melakukan thawaf tersebut. Diriwayatkan dari Aisyah
bahwa Shafiah binti Huyay, isteri Nabi SAW., mengalami haidh pada haji Wada,
maka Nabi SAW., berkata, 'Apakah dia akan menghalangi kita (pulang ke
Madinah)?' maka aku katakan, 'Dia sudah (thawaf) ifadhah ya Rasulullah,' maka
Rasulullah SAW., berkata, 'Kalau begitu mari kita berangkat."
Terdapat perbedaan pendapat
mengenai syarat suci secara mutlak (suci dari hadats besar dan kecil) dalam
thawaf. Jumhur ulama selain Abu Hanifah, yaitu Imam Syafi’i, Malik, dan juga
riwayat dari Imam Ahmad berpendapat bahwa thawaf haruslah dalam keadaan suci
mutlak. Adapun Abu Hanifah tidak berpendapat demikian.[7]
Jika jumhur menjadikan suci syarat thawaf, maka Abu Hanifah dan salah satu
riwayat dari Imam Ahmad berpendapat bahwa hal tersebut merupakan kewajiban,
bukan syarat[8].
Perbedaan antara syarat dan
kewajiban dalam hal ini adalah, jika syarat tidak terpenuhi, maka yang
disayaratkan itu juga tidak tercapai. Adapun kewajiban, jika ditinggalkan tidak
mempengaruhi keabsahan, hanya saja ia berdosa dan harus membayar denda[9].
Konsekuensi dari perbedaan pendapat
tersebut, bahwasanya thawaf wanita haid tidaklah sah menurut jumhur. Berbeda
dengan Hanafiyyah, mereka membolehkan wanita haid untuk thawaf dengan memakai
pembalut terlebih dahulu sebelum melakukan thawaf. Pendapat inilah yang diikuti
Ibnu Taimiyah.
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Wanita
haid yang tidak memungkinkan baginya melakukan thawaf wajib (ifadhah) kecuali
dalam keadaan haid, karena dia tidak mungkin tinggal menetap di Mekah dia tidak
mungkin tinggal menetap di Mekah, maka menurut
salah satu pendapat yang mewajibkan suci pada orang yang thawaf: jika wanita
haid, orang yang junub, orang yang berhadats, atau membawa najis melakukan thawaf,
maka thawafnya sudah sah. Dia wajib membayar denda bisa berupa kambing atau
unta bagi wanita haid serta orang junub, dan berupa kambing bagi orang yang
berhadats kecil[10].”
Jumhur ulama berdalil dengan hadits
Aisyah bahwa dia ketika mengalami haid sebelum
masuk Mekah dalam haji Wada', maka Nabi SAW., bersabda kepadanya:
افْعَلِي مَا يَفْعَلُ
الْحَاجُّ ، غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي
"Lakukan sebagaimana yang dilakukan jamaah haji, hanya saja engkau
tidak boleh thawaf di Baitullah sebelum suci.[11]”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Adapun Imam Abu Hanifah berhujjah
dengan keumuman firman Allah Ta’ala: “Hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf di Baitul ‘Atiq
(Ka’bah)” (Q.S. Al-Hajj: 29)
E.
Hukum Meminum
Pil Pencegah Haid
Haid merupakan fitrah bagi wanita.
Saat haid, wanita harus meninggalkan beberapa jenis ibadah, seperti shalat,
puasa, dan thawaf (sebagaimana pendapat jumhur). Diriwayatkan bahwa ketika Haji
Wada’, Aisyah mengalami haid. Hal tersebut membuat beliau menangis. Maka
Rasulullah SAW., bersabda kepadanya: “Ini adalah sesuatu yang telah ditetapkan
oleh Allah pada anak-anak wanita Adam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Banyak dari ulama kontemporer yang
membolehkan wanita meminum pil pencegah haid. Diantaranya adalah Syaikh al-Utsaimin,
beliau berfatwa, “Tidak mengapa wanita mengkonsumsi pil pencegah haid saat haji
dan umrah. Karena hal tersebut termasuk kebutuhan. Akan tetapi, ia harus
meminta izin dan berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter, karena terkadang
pil tersebut bisa memberi efek samping yang membahayakannya[12].”
Begitu juga menurut Syaikh bin Baz,
bahwa wanita boleh meminum pil pencegah haid saat haji dan ramadhan, jika pil
tersebut tidak membahayakan dirinya setelah konsultasi dengan dokter spesialis[13].
Syaikh Abu Malik Kamal mengatakan
bahwa kalau memungkinkan, lebih baik mengkonsumsi pil pencegah haid jika tidak
membahayakan baginya, supaya lebih aman dengan keluar dari perslisihan pendapat
mengenai thawaf wanita haid.[14]”
Abdurrazaq telah meriwayatkan dalam
mushannafnya bahwa ada seorang lelaki yang bertanya kepada Ibnu Umar tentang seorang wanita yang mengalami haid dalam waktu
lama, maka dia ingin meminum obat yang dapat menghentikan darah tersebut, maka
Ibnu Umar tidak menganggap hal itu sebagai masalah, dan dia bahkan menunjukkan
air arook (sebagai resep obat baginya)[15].
Diriwayatkan juga dari Atha' bahwa
dia ditanya tentang seorang wanita yang haid, lalu dia mengkonsumi obat yang
dapat menghentikan haidnya, apakah dia boleh thawaf? Dia menjawab, 'Ya, jika
dia suci. Apabila dia masih melihat sedikit darah dan belum melihat cairan
putih sebagai tanda suci, maka jangan thawaf[16]."
Ketika wanita hendak mengkonsumsi
pil pencegah haid, maka ia harus memperhatikan kandungan obat tersebut. Jika
mengandung hal yang haram, maka ia tidak boleh meminumnya. Juga harus
diperhatikan efek samping dari pil tersebut. Apabila ternyata membahayakan,
atau memberi efek samping yang sangat banyak, hendaknya dia tidak mengkonsumsi
pil tersebut. Sebagaimana kaidah fikih yang sangat masyhur لا
ضرر ولا ضرار yang artinya tidak memberi madharat kepada diri sendiri dan
orang lain.
Inti dari fatwa ulama yang
membolehkan meminum pil pencegah haid adalah tidak adanya madharat bagi si
wanita ketika mengkonsumsi pil tersebut. Kalaupun ada efek samping, selama itu
masih ringan dan tidak terlalu membahayakan maka tidak mengapa.
Menurut dr. Raehanul Bahraen, “Pil
pencegah haid memiliki efek samping yang berbeda-beda bagi setiap wanita. Bisa
saja efek samping ini malah menimbulkan sakit selama ibadah misalnya nyeri di
payudara, rasa mual sakit kepala, sehingga ini bisa menghalangi kekhusyukan
ibadah.
Berdasarkan pengalaman, karena
ibadah haji cukup menyedot energi dan stamina sehingga terkadang tubuh tidak
stabil. Terkadang pil pencegah haid juga bisa menyebabkan haid menjadi tidak
teratur. Ada beberapa yang muncul pendarahan kecil terus, ada juga yang tidak
dapat haid tetapi muncul flek-flek darah atau kehitaman yang sering membuat
jamaah wanita bingung, apakah ini darah haid atau bukan. Berbeda jika minum pil
pencegah haid dengan keadaan tubuh yang prima, sehat serta tidak menanggung
beban pekerjaan atau aktifitas yang berat.”
Dr. Raehanul juga menambahkan, beberapa
hal yang perlu diperhatikan bagi wanita yang menggunakan pil pencegah haid
sebagai berikut:
- Mencatat haid 3 bulan terakhir sebelum berangkat sehingga pola
haid bisa diperkirakan.
- Minum obat penunda haid 7 hari (atau sebulan) sebelum
perkiraan haid yang akan datang dan hentikan minum obat 3 hari sebelum
waktu haid yang diinginkan.
- Obat yang digunakan biasanya adalah obat yang mengandung
progesteron misalnya: Primolut N 2 x 1 tablet setiap hari atau obat yang
lain sesuai dengan saran dokter.
- Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelumnya karena beberapa
penyakit tertentu bisa kambuh atau muncul karena mengkonsumsi pil pencegah
haid.
- Jika ada Kontraindikasi, jangan gunakan. Yaitu ada riwayat
sakit kepala hebat atau migren, kanker payudara, varises berat, perdarahan
dari vagina yang belum diketahui penyebabnya, serta adanya penyakit fungsi
hati.
- Mengetahui efek samping penggunaan dan ini bisa berbeda-beda
untuk setiap orang misalnya rasa mual, sakit kepala, atau nyeri pada payudara.
Pada obat yang mengandung progesteron saja biasanya sering muncul bercak
darah (spoting). Bisa dicegah dengan banyak minum air putih dan
banyak bergerak supaya metaboliknya lebih lancar. Jadi, jamaah wanita yang
memakai bisa mempersiapkan diri untuk mengatasinya, misalnya efek
sampingnnya adalah migrain. Bisa membawa obat ringan anti migrain.
- Sering melakukan gerak-gerakan senam ringan baik dikendaraan
atau ketika sudah tiba. Ini berguna untuk melancarkan peredaran darah
mencegah timbulnya jendalan/sumbatan pada pembuluh darah[17].
F.
Penutup
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa meminum pil atau obat pencegah haid bagi wanita yang hendak
berhaji hukumnya boleh. Hanya saja ia tetap harus memperhatikan kandungan dan
efek dari obat tersebut. Jika dengan mengkonsumsi obat tersebut membahayakan
dirinya, terlebih jika dia memiliki alergi pada bahan tertentu, sebaiknya ia
tidak mengkonsumsinya. Ketika dia belum mengerjakan thawaf ifadhah dikarenakan
haid dan dia juga tidak bisa menetap lama di Makkah untuk menunggu suci dari
haidnya, maka ia boleh thawaf dalam keadaan haid dengan memakai pembalut karena
darurat yang dialaminya.
Wallahu a’lam
bish shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim.
Abdurrozak. Al-Mushannaf.
Cet. Ke-2. Beirut: Al-Maktab al-Islami 1983.
Ahmad, Yahya
bin. Al-I’lam Fima Yakhushu al-Mar’ata Fi Al-Hajji Min al-Ahkam. 1991.
Barmawi, al-,
Abdussubhan Nuruddin Wa’idh. Aisar al-Masalik fi Ahkam al-Manasik. Ttp.: t.p., t.t.
Baz, Ibnu. Majmu’
Fatawa. Ttp.: t.p., t.t.
Bukhari, al-. Shahih
al-Bukhari. Kairo: Al-Matba’ah as-Salafiyah wa Maktabatuha. 1979.
Kamal, Abu
Malik. Fiqh Sunnah li an-Nisa. Kairo: Dar at-Taufiqiyah li at-Turats.
2009.
Majmu’atul
‘Ulama. Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah.
Cet. Ke-2. Riyadh: Dar Adhwa as-Salaf. 2008.
Muslim. Shahih
Muslim. Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah. T.t.
Shaghirji, ash-,
As’ad Muhammad Sa’id. Al-Hajju wa al-‘Umratu ila Baitillah al-Harami. Jeddah:
Darul Kiblat li ats-Tsaqafah al-Islamiyah. 1993.
Taimiyah,
Ibnu. Majmu’ Fatawa. Madinah: Majma’ al- Mulk Fahd li Thaba’ati
al-Mushaf asy-Syarif. 1994.
Zuhaily, az-,
Wahbah. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. Cet. Ke-2. Damaskus: Darul
Fikr. 1985.
Bahraen,
Raehanul. “Lebih Baik Tidak Menggunakan Pil Pencegah Haid Selama Haji,” dalam http://muslimah.or.id/fikih/lebih-baik-tidak-menggunakan-pil-pencegah-haid-selama-haji.html,
diakses pada 15 April 2015.
[1] Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu,
cet. Ke-2 (Damaskus: Darul Fikr, 1985),
hal 8.
[2] As’ad Muhammad Sa’id ash-Shaghirji, al-Hajju
wa al-‘Umratu ila Baitillah al-Harami, (Jeddah: Darul Kiblat li
ats-Tsaqafah al-Islamiyah, 1993), hal 25.
[4] Abu Malik Kamal, Fiqh Sunnah li an-Nisa,
(Kairo: Dar at-Taufiqiyah li at-Turats, 2009), hal. 323.
[7] Yahya bin Ahmad, al-I’lam Fima Yakhushu
al-Mar’ata Fi Al-Hajji Min al-Ahkam, (ttp.: t.p., 1991 ), hal. 37.
[8] Abdussubhan Nuruddin Wa’idh al-Barmawi, Aisar
al-Masalik fi Ahkam al-Manasik, (ttp.: t.p., t.t.), hal. 59.
[10] Ibnu Taimiyyah, Majmu’ Fatawa,
(Madinah: Majma’ al- Mulk Fahd li Thaba’ati al-Mushaf asy-Syarif, 1994), jilid
26, hal. 125.
[11] Lihat Shahih al-Bukhari, (Kairo: al-Matba’ah
as-Salafiyah wa Maktabatuha, 1979), jilid 1, hal. 115, hadits no. 305, dan
Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah), juz 4, hal. 30, hadits no.
2977
[12] Majmu’atul ‘Ulama, Fatawa al-Mar’ah
al-Muslimah, cet. Ke-2, (Riyadh: Dar
Adhwa as-Salaf, 2008), hal. 567.
[17] Raehanul
Bahraen, “Lebih Baik Tidak Menggunakan Pil Pencegah Haid Selama Haji,” dalam http://muslimah.or.id/fikih/lebih-baik-tidak-menggunakan-pil-pencegah-haid-selama-haji.html,
diakses pada 15 April 2015.
What You Should Know When Betting on Baccarat - FEBCASINO
BalasHapusSome people 메리트카지노총판 bet on the baccarat game for money. While 온카지노 the game is 바카라 사이트 easy to play, it is also easy to learn to play and