Oleh:
Iffah Izzah A.
A.
Pendahuluan
Tiga tahun silam, Indonesia mengalami demam boyband
dan girlband[1].
Saat hangat-hangat itulah, para pebisnis membuat ajang pencarian bakat untuk
menjadi boyband dan girlband idola. Sebuah acara yang
menitikberatkan pada kemampuan bernyanyi sekaligus menari. Tidak sedikit
grup-grup muda mudi yang mengikuti acara tersebut. Sekelompok girlband
yang terdiri dari delapan remaja “berjilbab” pun turut menjadi kontestan.
Hingga akhirnya, grup yang dinamai Sunni itu juga menjadi juara dalam Boy Girl
Band Indonesia (BGBI).
Di akhir tahun yang
sama, salah satu stasiun televisi swasta Indonesia mulai menayangkan program
baru yang bernama X-Factor. Program tersebut merupakan ajang pencarian bakat
yang berkonsentrasi pada dunia tarik suara, bahkan
slogan acara tersebut adalah "The Ultimate Singing Competition".
Fatin Shidqia Lubis, seorang remaja muslim “berjilbab” berhasil lolos sebagai
pemenang X-Factor musim pertama. Acara tersebut usai pada Mei 2013.
Tahun kemarin, diadakan lagi kontes menyanyi yang
beraliran dangdut. Acara tersebut dinamai D'Academy. Lagi-lagi ada jilbaber yang mengikuti kontes
tersebut. Sebenarnya realita muslimah yang bernyanyi di depan umum memang sudah
merupakan hal biasa. Contohnya jilbaber yang menjadi vokalis dalam grup-grup
rebana. Hanya saja grup rebana yang menyanyikan lagu-lagu religi kalah jauh
ketenarannya dengan para penyanyi lain yang notabenenya terlihat modern. Kita
juga sudah mengetahui banyak penyanyi wanita yang berasal dari muslimah non
jilbaber. Namun ketika ada “jilbaber” yang mengikuti kontes menyanyi lagu-lagu
pop, dangdut, atau yang lainnya, dan dia juga berhasil menjadi juara, hal tersebut
terasa dan berdampak lain bagi masyarakat. Di tahun 2015 inilah X-Factor
musim kedua mulai mengadakan audisi yang jumlah peminatnya tak kalah banyak
dengan X-Factor musim pertama.
Dalam dua
acara yang saya sebutkan di atas, yaitu X-Factor dan BGBI, para
“jilbaber” tersebut berhasil mengalahkan kontestan lain untuk menjadi the
winner. Keikutsertaan dan kejuaraan mereka tentu menjadi kontroversi di
khalayak umum. Dalam makalah ini, penulis hendak membahas tentang hukum yang
berkaitan dengan jilbaber dan musik.
B. Definisi Jilbab, Jilbaber, dan Musik
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jilbab adalah
kerudung lebar yang dipakai wanita
muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada.[2]
Begitupun makna jilbab berdasar terminologi yang berarti kain lebar yang
diselimutkan ke pakaian luar, yang menutupi kepala, punggung, dan dada yang
biasanya dipakai ketika wanita keluar rumah. Ada pula yang mengartikan dengan
pakaian luar yang menutupi seluruh tubuh mulai dari kepala hingga telapak kaki.[3] Al-Jauhari
juga memaknai jilbab sebagai pakaian yang menyelimuti seluruh tubuh.[4]
Selama ini banyak kalangan yang rancu dalam memahami
hakikat jilbab yang sesungguhnya. Mereka menganggap bahwa dengan mengenakan
sehelai kerudung yang diikatkan kebelakang dan dikombinasikan dengan kaos ketat
plus celana panjang berarti telah berjilbab. Ini jelas pemahaman keliru dan
sangat jauh dari misi disyariatkannya jilbab itu sendiri.[5]
Sayangnya, mayoritas masyarakat Indonesia pun menganggap
kerudung kecil yang hanya melilit leher, cenderung terawang, dan banyak
hiasannya sebagai jilbab syar’i. Sehingga siapapun yang telah memakai jilbab
versi mereka akan dijuluki jilbaber. Bahkan kini mereka mulai ramai memakai
istilah hijaber[6]
untuk para wanita berjilbab. Sehingga banyak kita temui wanita yang memiliki
gelar jilbaber berperilaku yang tak seyogyanya dilakukan oleh muslimah. Banyak
juga yang memakai jilbab hanya karena peraturan sekolah, tempat kerja, atau
sekedar mengikuti trend.
Adapun definisi musik, menurut KBBI adalah nada atau suara yg disusun demikian rupa sehingga
mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu).[7]
Istilah musik lebih cenderung kepada alat-alat musik, namun musik tetap identik
dengan lagu atau nyanyian.
C.
Hukum Musik, Nyanyian, dan
Suara Wanita Dalam Islam
Islam telah mengharamkan alat musik dan nyanyian. Memang
ada sebagian ulama cenderung “longgar” dalam menghukuminya sehingga mereka
membolehkan dengan syarat tidak mengundang syahwat,[8] namun
nash-nash yang mengharamkan musik sangatlah jelas. Allah Ta’ala
berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ
الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا
هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ.
“Dan
di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan
jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang
menghinakan.” (Q.S. Luqman: 6)
Al-Wahidi dan ulama lainnya mengatakan,
“Kebanyakan ahli tafsir menyebutkan bahwa makna lahwul hadits adalah
nyanyian.” Ahli Ma’ani berkata, "Termasuk dalam hal ini adalah semua orang
yang memilih hal yang melalaikan, nyanyian, seruling, musik, dan
mendahulukannya daripada al-Qur`an. Beliau juga menyimpulkan bahwa ayat
tersebut dengan tafsir demikian menunjukkan haramnya nyanyian.”[9]
Rasulullah SAW., bersabda,
لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ
يَسْتَحِلُّوْنَ الْحرَّ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ.
“Sungguh akan ada di kalangan umatku,
orang-orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik."
(H.R. al-Bukhari)[10]
Ali al-Qari
berkata, “Maknanya adalah mereka menganggap perkara-perkara ini sebagai sesuatu
yang halal dengan mendatangkan berbagai syubhat dan dalil-dalil yang lemah.”[11]
Ma’azif merupakan bentuk plural dari ma’zifah
yang bararti alat musik. Adapun al-Qurthubi menukil pendapat al-Jauhari yang
mengatakan bahwa maksud ma’azif adalah nyanyian. Yang terdapat dalam Shihahnya
bahwa yang dimaksud adalah alat-alat musik. Ada pula yang mengatakan maknanya
adalah suara-suara yang melalaikan. Ad-Dimyathi berkata, “Al-Ma’azif adalah
genderang dan yang lainnya berupa sesuatu yang dipukul.”[12]
Al-Imam Adz-Dzahabi berkata, “Al-Ma’azif adalah nama bagi setiap alat
musik yang dimainkan, seperti seruling, gitar, dan klarinet (sejenis seruling),
serta simbal.”[13]
Terdapat
beberapa jenis nyanyian yang dibolehkan, yaitu nyanyian untuk mengobarkan
semangat saat mengerjakan pekerjaan berat, atau sebagai hiburan saat semangat
mulai kendor. Sebagaimana Rasulullah SAW., pernah bersyair dengan Bahar Rajaz
ketika membangun masjid dan menggali parit Khandaq. Diperbolehkan juga
syair-syair yang tidak berbau porno, menggambarkan khamr, dan tidak
terdapat unsur melecehkan muslim atau kafir dzimmi. Wanita juga boleh bersenandung
untuk menidurkan bayinya. Begitu pula nyanyian yang dibawakan pemudi saat
walimah urs tanpa terdengar oleh kaum Adam. Lagu yang menggambarkan taman,
tumbuhan, bunga, atau sungai jika itu dinyanyikan tanpa alat-alat musik yang
diharamkan juga diperbolehkan.[14]
Al-Lajnah ad-Daimah li
al-Ifta dimintai fatwa tentang hakikat suara wanita, mereka menjawab,
“Sesungguhnya suara asli yang tidak dilembut-lembutkan bukanlah aurat, karena
dahulu para shahabiyah juga berbicara dan bertanya kepada Nabi SAW., perihal
agama mereka, dan seperti itu pula mereka berbicara kepada para shahabat untuk
keperluan mereka. Beliau SAW., tidak pernah melarang mereka dalam hal tersebut.”[15]
Jika suara wanita yang
tidak dilembut-lembutkan bukanlah aurat, maka jika dia menyanyi suaranya jelas
menjadi aurat. Karena ketika menyanyi tidak mungkin luput dari memerdukan
suara, terlebih bagi mereka yang mengikuti kontes menyanyi. Tentunya mereka ingin
menampilkan yang terbaik agar menjadi pemenang.
Ketika seorang wanita mengikuti kontes menyanyi,
sebenarnya ia telah melanggar banyak aturan Islam. Mulai dari keluar rumahnya
bukan untuk kepentingan syar’i atau mendesak, ikhtilat dengan lawan
jenis, tabarruj, bahkan membuka aurat. Ditambah hukum nyanyian dan musik
itu sendiri yang telah mendapat nilai merah dari para ulama.
D.
Pro-Kontra Unjuk Gigi Fatin
di X-Factor
Terjadi pro-kontra
mengenai penampilan dan kejuaraan Fatin. Sebuah artikel yang dimuat pada voa-islam.com,
memuat klarifikasi KH. Cholil Ridwan selaku ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Pusat Bidang Seni dan Budaya atas dukungannya terhadap Fatin. Menurutnya,
dukungannya terhadap Fatin bukan lantaran dirinya menyukai musik. Bukan pula
lantaran ia menyukai acara X-Factor, apalagi acara
tersebut disinyalir merupakan program Zionis Yahudi.
“Saya
tidak hobi musik, saya juga tidak hobi tontonan televisi. Kalau nonton televisi
paling saya lihat berita atau kajian-kajian ilmiah. Ketika X-Factor itu
diadakan kemudian ada peserta yang pakai jilbab, itu menarik saya untuk
melihat. Kemudian saya pikir ini sesuatu yang bisa pengaruh baik bagi anak-anak
remaja. Bahwa menggunakan jilbab itu tidak menjadi kendala, bahkan bagi orang
yang mau berkarir. Itulah maksud pesan saya, yang saya gunakan untuk mendukung
Fatin,” kata KH. Cholil Ridwan dari ujung telepon kepada voa-islam.com, Selasa
(28/5/2013).[16]
Dukungan
terhadap Fatin juga diungkapkan oleh Ahmad Saiful Rizal[17].
Dia menulis “Kita bersyukur, Fatin tetap konsisten memakai jilbab dari
awal audisi hingga menjuarai X-Factor Indonesia (semoga selamanya). Acara
itupun sama sekali tak membahas agama. Semua agama ikut memeriahkan acara
tersebut. Karena memang acara itu adalah ajang kompetisi bermusik. Bukan
beragama. Musik itu netral, universal. Semua agama bahkan semua manusia juga
gemar bermusik. Bahkan membaca al-Qur’an pun dianjurkan menggunakan musik.
Musik dalam kamus bahasa Indonesia berarti keteraturan nada. Yang artinya jika
suara diatur sedemikian rupa dengan ritme dan nada tertentu, maka jadilah musik.
Termasuk qira’ah dan tilawah dalam al-Qur’an. Bisa dibayangkan, bagaimana jika
para Qari’ tidak melantunkan al-Qur’an dengan musik, betapa hambarnya bacaan
ayat-ayat al-Qur’an. Bahkan Rasulullah pun juga menganjurkan untuk melagukan
bacaan al-Qur’an.”[18]
Apa yang
diutarakan KH. Cholil Ridwan tentu sangat memprihatinkan. Menurut yang beliau
ucapkan, seakan beliau menganggap mengikuti kontes menyanyi atau bahkan menjadi
penyanyi sebagai pekerjaan yang bagus bagi seorang muslimah. Padahal dalam kitab
Ighatsatul Lahfan, Imam Malik berpendapat bahwa jika seseorang membeli
budak wanita dan ternyata budak tersebut adalah biduan, maka ia boleh
mengembalikannya karena adanya cacat tersebut.[19]
Adapun tulisan saudara
Ahmad maka perlu dikoreksi. Pertama mengenai keterkaitan musik dengan agama. Dalam
sub sebelumnya telah saya singgung perihal hukum musik. Sebagai muslim, kita
tentu tidak bisa memisahkan urusan dunia dan akhirat. Hatta musik yang menurut
sebagian orang sifatnya universal itu pun telah ada hukumnya dalam Islam. Sikap
memisahkan urusan duniawi dari agama justru merupakan buah dari pemikiran
sekuler.
Kedua, perintah
melagukan bacaan al-Qur’an memang sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ
يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ
“Bukan
termasuk golongan kami siapa yang tidak melagukan al-Qur’an.”
Perintah melagukan
bacaan al-Qur’an memang benar adanya, namun hal tersebut jelas tidak bisa disamakan
dengan lagu yang diiringi alat musik. Sebagaimana yang sudah saya singgung di
atas, bahwa hukum memainkan atau sekedar mendengarkan alat musik itu haram.
Anjuran yang
tersirat dalam hadits tersebut adalah memperindah bacaan al-Qur’an. Lagu yang diperintahkan
Rasulullah SAW., dalam membaca al-Qur’an adalah mengeraskan suara (membaca
dengan jelas). Juga membedakan dengan nada orang yang memberi kabar atau sedang
bercakap-cakap. Sehingga akan terdengar berbeda dengan orang yang sekedar
bercakap. Hal tersebut sebagai bentuk pemuliaan terhadap al-Qur’an sekaligus
penambah rasa cinta kepadanya.[20]
Beda Kyai Cholil dan Ahmad, beda A.Z. Muttaqien. Dalam akhir tulisannya yang kontra Fatin, dia
menyebutkan “Maka itu dengan kemenangan Fatin tentu kita khawatir ada
semacam pembenaran bagi kaum muslimah berbondong-bondong membanjiri ajang
pencarian bakat seperti ini. Tubuh dan wajah mereka menjadi santapan 250 juta
bangsa Indonesia. Mereka meliuk-liuk dan bersaut-saut hanya demi ribuan SMS.
Muslimah-muslimah kita nanti memiliki dalih masuk ke gelanggang yang sebenarnya
jebakanYahudi ini dengan satu kalimat ‘Tidak masalah selama kami berjilbab'."[21]
E.
Propaganda Yahudi dalam Dunia
Hiburan
Sebagai seorang mukmin,
kita tentu harus mengimani firman Allah Ta‘ala, termasuk di dalamnya
tentang kebencian kaum Yahudi dan Nasrani kepada umat Islam. Allah Ta’ala
berfirman,
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا
النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا
لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ.
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
pernah akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah,
"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)." Sesungguhnya
jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan dating kepadamu, maka
Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah: 120)
Drs. H. Toto Tasmara dalam pengantar bukunya “Dajjal &
Simbol Setan” mengatakan bahwa kaum Yahudi akan senantiasa membuat
keguncangan, keresahan, dan rasa bimbang di hati umat beragama melalui gerakan
yang beliau istilahkan dengan “gerakan 7 F", yaitu menghancurkan
kekuatan finansial (financial) umat Islam, merusak pola makan (food),
menciptakan adu domba atau perpecahan di kalangan umat beragama maupun di dalam
tubuh umat Islam (friction), menyebarkan cara berpikir bebas (freethought),
menebarkan ideologi yang membebaskan manusia dari tata cara pemikiran agamis (freedom
of religion), menguasai film, TV, dan media massa (film), menumbuhkan dan
menggoda masyarakat agar berbudaya dan bersikap mengikuti millah mereka (fashion/life
style), membuat beberapa aliran mistik untuk menghancurkan agama (faith,
sect, occultism, dll.), menumbuhkan rasa kecewa (frustrasion), dan
lain-lain.[22]
Tidaklah mengherankan jika kita lihat banyak
program TV yang produsernya adalah nonmuslim. Termasuk produser X-Factor. Jika kita mengunjungi situs resmi X-Factor,
maka akan terlihat siapa pencetus acara tersebut. X-Factor berada dalam naungan
Fremantle Media.[23]
Fremantle Media adalah perusahaan yang
dimiliki oleh seorang kapitalis Yahudi, Rupert Murdoch. Sama seperti American
Idol, X Factor dibentuk oleh Simon Cowell dan diproduksi Fremantle Media. Simon
Cowell sendiri berlatar belakang Yahudi dengan ibu seorang Kristiani. Simon
Cowell dan Rupert Murdoch adalah para kreator yang sangat gigih mengkreasi
acara pencarian bakat yang kemudian disebar ke negara-negara muslim.[24]
F.
Penutup
Dari pembahasan di
atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa sebutan jilbaber bagi muslimah yang
hanya mengenakan kerudung kecil, transparan, yang dipadu dengan baju ketat
tidaklah tepat. Seorang muslimah juga tidak diperbolehkan mengikuti kontes musik.
Hal itu karena musik telah diharamkan oleh Islam dan juga suaranya menjadi
aurat ketika dilemah-lembutkan. Secara norma masyarakat pun, seorang yang telah
berjilbab jelas tidak pantas berjingkrak-jingkrak di atas panggung. Sudah
seyogyanya jua umat Islam mewaspadai pelbagai propaganda Yahudi, agar kita tak
terlena dengan permainan mereka yang sangat berambisi untuk menghancurkan umat.
Wallahu a’lam bish shawab.
DAFTAR
PUSTAKA
Atsqalani, al-,
Ibnu Hajar. 2004. Fath al-Bari. Kairo: Darul Hadits.
Bathal, al-,
Ibnu. 2003. Syarh Shahih al-Bukhari. Riyadh: Maktabah ar-Rusd.
Dzahabi, adz-. 1993. Siyar A’lam an-Nubala.
Beirut: Muassasah Risalah.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Fuad Baswedan, bin, Sufyan. 2009. Lautan Mukjizat
Di Balik Balutan Jilbab. Klaten: Wafa Press.
Hamid, al-,
Muhammad. 1977. Hukmu al-Islam fi al-Ghina. Halib: Darul Wa’i.
Katsir, al-, Ibnu. Tafsir al-Qur’an al-Adhim.
Kairo: Maktabah Taufiqiyah.
Mandhur, al-, Ibnu. Lisan al-Arab. Beirut: Dar
Shadir.
Qari, al-, Ali. Mirqat
al-Mafatih. (ttp.: t.p., t.t.)
Qayyim, al-,
Ibnu. 2003. Ighatsah al-Lahfan Min Mashaid asy-Syaithan. Kairo: Darul
Aqidah.
Tasmara, Toto.
2000. Dajjal & Simbol Setan. Jakarta: Gema Insani Press.
Utsaimin, al-, dkk. 2002. Fatawa al-Mar’ah
al-Muslimah. Kairo: Darul Haitsam.
Muttaqien, A.Z., “Zionisme Yahudi pada ajang
pencarian bakat”, http://www.arrahmah.com/news/2013/05/26/zionisme-yahudi-pada-ajang-acara-pencarian-bakat.html,
diakses pada 8 Maret 2015.
Rizal, Ahmad Saiful. “Fatin: Menggugat
Propaganda Yahudi Atas Kemenangannya” http://hiburan.kompasiana.com/musik/2013/06/16/menggugat-propaganda-yahudi-pada-kemenangan-fatinsl-569460.html,
diakses pada 8 Maret 2015.
Widad, Ahmed. “Klarifikasi Kyai
Cholil atas Dukungannya kepada Fatin X-Factor”, http://m.voa-islam.com/news/indonesiana/2013/05/29/24889/klarifikasi-kyai-cholil-atas-dukungannya-kepada-fatin-x-factor/,
diakses pada 8 Maret 2015.
[1] Boyband
merupakan kelompok musik yang terdiri dari beberapa vokalis pria, mirip seperti
aliran acapella, namun mereka juga dituntut untuk menari sebagai pengiring
ketika mereka bernyanyi. Adapun girlband, maka anggotanya terdiri dari
sekelompok wanita.
[2]
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, cet
ke-2, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal 473.
[3]
Ibnu al-Mandhur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar Shadir), jilid 1, hal. 272.
[4]
Ibnu al-Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, (Kairo: Maktabah Taufiqiyah),
jilid 6, hal. 296.
[5]
Sufyan bin Fuad Baswedan, Lautan Mukjizat Di Balik Balutan Jilbab, cet
ke-5, (Klaten: Wafa Press, 2009), hal. 31
[6]
Penggunaan kata hijaber juga mulai popular digunakan bagi mereka yang tidak
berjilbab syar’i. seperti yang dipakai pada iklan produk kecantikan, busana,
atau judul film yang menggunakan model para wanita berkerudung kecil.
[7]
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, cet,
ke-2, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal 766
[8]
Lihat kitab Tahrimu Alat al-Tharb karya Nasiruddin al-Albani, hal. 7.
[9] Ibnu
al-Qayyim, Ighatsah al-Lahfan Min Mashaid asy-Syaithan, (Kairo: Darul
Aqidah, 2003), hal. 219.
[10] Al-Bukhari,
Shahih al-Bukhari, cet ke-3, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1987), jilid 5,
hal. 2123.
[12]
Ibnu Hajar al-Atsqalani, Fath al-Bari, (Kairo: Darul Hadits, 2004),
jilid 10, hal. 64.
[13]
Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala, (Beirut: Muassasah Risalah, 1993),
jilid 21, hal. 158
[14]
Muhammad al-Hamid, Hukmu al-Islam fi al-Ghina, cet ke-5, (Halib: Darul
Wa’i, 1977), hal. 11-12.
[15] Al-Utsaimin,
dkk, Fatawa al-Mar’ah al-Muslimah, (Kairo: Darul Haitsam, 2002), hal.
506.
[16] Ahmed
Widad, “Klarifikasi Kyai Cholil atas Dukungannya kepada Fatin X-Factor”, dalam http://m.voa-islam.com/news/indonesiana/2013/05/29/24889/klarifikasi-kyai-cholil-atas-dukungannya-kepada-fatin-x-factor/,
diakses pada 8 Maret 2015
[17]
Dia mengaku sebagai Fatinistic (fans Fatin)
[18]Ahmad Saiful Rizal, “Fatin: Menggugat Propaganda Yahudi
Atas Kemenangannya”, dalam http://hiburan.kompasiana.com/musik/2013/06/16/menggugat-propaganda-yahudi-pada-kemenangan-fatinsl-569460.html,
diakses pada 8 Maret 2015
[19] Ibnu
al-Qayyim, Ighatsah al-Lahfan..., hal 209.
[20]
Ibnu Bathal, Syarh Shahih al-Bukhari, cet ke-2, (Riyadh: Maktabah
ar-Rusd, 2003), jilid 10, hal. 529.
[21] A.Z. Muttaqien, “Zionisme Yahudi pada ajang pencarian
bakat”, dalam http://www.arrahmah.com/news/2013/05/26/zionisme-yahudi-pada-ajang-acara-pencarian-bakat.html,
diakses pada 8 Maret 2015
[22]
Toto Tasmara, Dajal & Simbol Setan, cet ke-3, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2000)
[23] Lihat
www.xfactorindonesia.com
[24] A.Z.
Muttaqien, “Zionisme Yahudi pada ajang pencarian bakat”, dalam http://www.arrahmah.com/news/2013/05/26/zionisme-yahudi-pada-ajang-acara-pencarian-bakat.html,
diakses pada 8 Maret 2015
Assalamu'alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh,izin copy ya Akhy,jazaakallahu khairan
BalasHapusWa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Silakan..
HapusWaiyyak