Ini kali kedua saya menulis postingan yang menyangkut jin. Tapi
tenang, yang menjadi topik utama bukan mereka, tapi saya. Tepatnya kecerobohan
saya sebagai murid. ^^
“Itu
lho kopinya, cepet diminum,” seru teman saya.
“Iya
mba, nanti,” saya menanggapinya sambil tersenyum.
Siapapun
yang tak kenal sifat teman saya pasti bisa jengkel. Dia mempersilakan tapi
seperti marah-marah. Bisa dibilang memaksa orang lain menerima kebaikannya. Saya
paham, dia bermaksud baik. Dia ingin kopi yang dibuatnya juga dirasakan kita. Dia
ingin berbagi. Tapi kalau kita dengar caranya mempersilakan, alih-alih kita mau
minum, kita bisa jadi ikutan misuh-misuh. Itulah sebabnya saya hanya tersenyum sambil
mengatakan “iya” sebagai bentuk menghargai niat baiknya.
Jam
dinding menunjukkan pukul setengan satu pagi. Saya belum tidur, masih lembur
skripsi. Sebenarnya kurang tepat kalau alasan saya lembur hanya untuk membuat
skripsi, yah, saya sedikit bandel, refreshing dengan melakukan hobi. Bukannya tidak
boleh, hanya saja saya sering lupa kalau deadline saya tak memberi banyak waktu
luang, walau sebenarnya saya tetap sering membandel. Hiks.
“Mba,
mau kopinya ya,” ucap saya mendekat.
“Ya,
dari tadi ditawarin,” dia masih menjawab dengan nada keras. Lagi-lagi saya
tersenyum dibuatnya.
“Ih,
ini kenapa dikasih kertas?” Tanya saya heran.
“Biar
nggak dikencingi jin,” jawab teman saya yang lain –bukan pemilik kopi-. Dia menjawab
pertanyaan saya sambil tertawa. Saya tersenyum dan mulai menikmati kopi. Hangat
dan enak. Entah mengapa, saya masih penasaran dengan jawaban teman saya tadi. Awalnya
saya anggap dia hanya bercanda, tapi dalam nada bicaranya tersirat kesan serius.
“Yang
tadi beneran?” saya kembali bertanya.
“Iya,”
kali ini kaduanya menjawab serempak.
“Iya
kan ya, aku masih inget kok Bu Ina njelasin di kelas, di al-Wajiz juga ada, air
tenang itu disukai jin, makanya kalo malem gelas atau apapun yang ada airnya
harus ditutup” jelas si pemilik kopi. “kayaknya pas itu kamu lagi tidur deh,”
imbuhnya datar.
“Lha
ini yang ditutup cuma segini, berarti nggak semuanya aman dong?” saya menunjuk
lintingan kertas yang lebarnya hanya 1 cm, yang tadi diletakkan di atas gelas. Saya
hanya ingin berseloroh.
“Iya,
boleh ditutup pakai apapun, walau nggak nutupin semua,” teman saya yang satu lagi
menambahkan.
Saya mengangguk-angguk. Memori tentang anjuran menutup bejana di malam hari muncul
perlahan. Saya tersenyum, lalu terbahak. Bukan apa-apa, saya hanya teringat
ucapan pemilik kopi tadi, “kayaknya pas itu kamu lagi tidur deh.” Bisa jadi
waktu materi itu disampaikan saya lagi absen, izin ke toilet, atau benar tertidur seperti
ucapan teman saya tadi.
“Thanks
ya,” saya pamit. Sambil berjalan menuju kamar, saya berusaha menahan tawa. “Iya
deh mba, kayaknya pas itu aku lagi tidur,” ucap saya sambil tersenyum geli.
NB:
Perhatikan guru ketika mengajar. Jangan main sendiri, melamun, mengantuk,
apalgi tertidur. Tertinggal materi di buku panduan memang bisa dikejar, tapi
apa yang disampaikan guru tak hanya apa yang ada di buku. Perhatikanlah, hingga
ilmu yang kita dapat tidak setengah-setengah. ^^
_Ai_