A.
Pendahuluan
Tahun
lalu Indonesia sempat dihebohkan dengan terbongkarnya praktik poligami Eyang
Subur yang memiliki delapan istri. Habib Selon sempat menanyakan jumlah
istri kepada Eyang Subur. Dari situ, ia mengetahui bahwa Eyang Subur
memiliki delapan istri. Mendengar pengakuan itu, Habib terkejut. "Kami
pertanyakan lagi, pak Subur apakah benar Anda punya istri sembilan? Jawab dia, 'tidak Habib, istri saya delapan'. Kaget
saya, saat itu juga kami minta yang empat istrinya diceraikan dan diberi
uang," terang Habib.[1]
Yang lebih
mengherankan, adalah kisah Bello Abubakar. Muhammed Bello Abubakar lahir pada
tahun 1924, dia adalah ayah bagi 170 anak dari 86 istri. Dengan jumlah itu,
Bello Abubakar dinobatkan sebagai pria pemilik istri terbanyak di dunia. Bello
seorang Nigeria asli, kampung halamannya adalah sebuah desa kecil bernama Bida.
Dia mengaku sangat bahagia memiliki keluaga besar dan sangat menyayangi semua
istri dan anak-anaknya.
Sebagai
seorang muslim, Bello Abubakar dianggap telah melanggar syariah, karena di dalam
Islam, pria hanya boleh menikahi maksimal empat orang wanita. Dan karena itu
pulalah sehingga Bello pernah didakwa bersalah oleh hukum syariah dan
dimasukkan ke dalam penjara.[2]
Dua kasus di
atas merupakan contoh praktik poligami yang
dilarang. Sebab, di dalam Islam hanya dibolehkan menikahi empat istri dalam
waktu yang sama. Oleh karenanya, akan kami bahas tentang poligami yang melebihi
batas maksimal dalam Islam.
B.
Definisi Poligami
Secara
etimologis kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu gabungan dari dua
kata: poli atau polus yang berarti banyak dan gamein dan gamos yang berarti
perkawinan. Dengan demikian poligami berarti perkawinan yang banyak.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, poligami berarti sistem perkawinan yang
salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya di waktu yang
bersamaan. Dengan definisi tersebut, sebenarnya istilah poligami bisa dipakai
bagi pria yang menikahi beberapa wanita dalam satu waktu atau wanita yang
menikah dengan beberapa pria dalam satu waktu. Hanya saja, poligami sudah
lumrah digunakan bagi pria yang menikahi lebih dari seorang wanita. Walau
istilah yang lebih khusus untuk perilaku tersebut adalah poligini. Dan istilah khusus yang digunakan bagi wanita yang mempunyai suami lebih dari satu
orang dalam waktu bersamaan
adalah poliandri.
Sedangkan dalam bahasa arab, poligami dikenal dengan sebutan ta’addud
az-Zaujat (تعدد
الزوجات). Ta’addud (تعدد) berarti banyak, dan az-Zaujat (الزوجات) merupakan bentuk plural
dari kata zaujah (زوجة) yang berarti istri.
C. Batasan Maksimal Poligami
Syariat Islam
membolehkan seorang lelaki menikah dengan lebih dari satu wanita dalam satu
waktu. Dan diharamkan atasnya menikah lebih dari empat istri.[3]
Hal ini berdasarkan dalil yang terdapat dalam firman Allah Ta’ala:
وَإِنْ
خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ
النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ
ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”[4]
Dalam kitab
tafsir Ibnu Katsir dijelaskan maksud firman Allah Ta’ala “dua, tiga, atau
empat.” Artinya nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang kalian sukai
selain mereka (anak yatim). Jika kalian suka silakan dua, jika suka silakan
tiga, dan jika suka silakan empat. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
جَاعِلِ
الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ
“Yang
menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam
urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat.”[5]
Maksudnya,
diantara mereka ada yang memiliki dua sayap, ada yang tiga, dan ada yang empat.
Konteks seperti ini tentu tidak menafikan adanya malaikat yang memiliki jumlah
sayap lebih dari itu, karena terdapat dalil yang menunjukannya. Hanya saja ia
berbeda dengan kasus pembatasan empat wanita bagi pria dalam ayat ini,
sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas dan jumhur ulama. Sebab, konteks ayat ini
adalah tentang pemberian nikmat dan ibahah (pembolehan). Seandainya dibolehkan
menggabung lebih dari empat wanita, tentu Allah telah menjelaskan hal tersebut.
Sebagian mereka berdalih dengan
perbuatan Rasulullah Saw., yang menikahi lebih dari empat orang wanita, hingga
sembilan orang. Menurut para ulama, ini merupakan salah satu kekhususan bagi
beliau dan tidak berlaku umum untuk ummatnya.[6]
Pembatasan ini merupakan ijma para
ulama, dan tidak didapati salah seorangpun yang menyelisihinya. Kecuali satu
pendapat yang berasal dari Al-Qasim bin Ibrahim[7],
ia membolehkan meggabungkan sembilan orang. Ia berdalil dengan dalil yang sama
seperti di atas (Q.S an-Nisa:3), namun mengartikan huruf wawu (و) untuk menghimpun. Dan pendapat
seperti itu tak perlu dihiraukan karena bertentangan dengan ijma’ dan
menyelisihi sunnah.[8]Dan
menurut Dr. Wahbah, ‘athaf dengan huruf wawu untuk memilih, bukannya
menghimpun.[9]
Maksud ayat di atas juga diperjelas
dengan beberapa hadits, diantaranya hadits riwayat Ibnu Umar, ia berkata,
“Ghilan ats-Tsaqafi masuk Islam, pada saat itu ia memiliki empat belas istri
yang ia nikahi pada masa jahiliyah, dan mereka semua ikut masuk Islam
bersamanya. Nabi Saw., memerintahkannya untuk memilih empat orang dari mereka.”[10]
Abu Dawud dan
Ibnu Majah meriwayatkan dari Qais bin Harits, ia berkata, “Aku masuk Islam dan
aku tengah memiliki delapan istri, maka aku datang menghadap Nabi Saw., dan aku
beritahukan beliau akan hal itu, maka beliau bersabda, “pilihlah empat orang
dari mereka.”[11]
D. Hikmah Pembatasan Empat
Istri
Dr. Wahbah Zuhaily mengatakan, “Menurut kami, pelegalan poligami dengan
empat istri saja sesuai dengan prinsip mewujudkan kemampuan dan tujuan yang
paling final bagi sebagian orang pria, serta untuk memenuhi keinginan dan
kehendak mereka bersama selama perjalanan sebulan. Sebab setiap istri memiliki
kebiasaan bulanan selama satu minggu.
Pembolehan menikah dengan empat orang merupakan suatu pencukupan. Serta menutup
pintu yang dapat membawa kepada berbagai penyimpangan, atau tindakan yang
terkadang dilakukan beberapa pria dengan memiliki wanita simpanan, dan wanita
penghibur. Kemudian, dalam penambahan istri lebih dari empat orang
dikhawatirkan timbul kezaliman atas mereka disebabkan
tidak mampu memenuhi hak-hak mereka. Karena secara zahir, seorang pria tidak
mampu memenuhi hak-hak mereka.
Oleh karena itu, al-Qur’an
mengisyaratkan hal ini dengan firman-Nya:
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja.”
Maksudnya, kalian tidak bisa
bersikap adil dalam hubungan intim dan nafkah dalam pernikahan dengan dua
orang, tiga orang, atau empat orang. Menikah dengan seorang istri merupakan
perbuatan yang lebih aman bagi kamu agar tidak terjatuh pada perbuatan zalim.
Kalau begitu, pembatasan empat orang istri merupakan suatu keadilan dan
moderat, serta melindungi para istri dari kezaliman yang dapat terjadi kepada
mereka akibat lebihnya jumlah istri dari empat orang.[12]
Oleh karenanya, siapa saja yang
masuk Islam pada zaman Nabi Saw., dan ia memiliki istri lebih dari empat, Nabi
Saw., memerintahkannya untuk mempertahankan empat istri dan mentalak sisanya.[13]
E.
Hukum Poligami Lebih Dari Empat Istri
Seperti yang sudah kami sebutkan,
bahwa poligami hanya dibatasi dengan empat istri. Pernikahan dengan yang kelima
(bagi yang memiliiki istri empat) adalah bentuk nikah fasid.[14]
Maka terdapat hukum terhadap siapa yang menikah dengan istri kelima disaat ia
masih memiliki empat istri.
Imam Malik dan Imam Syafi’i
menyatakan: “Ia mendapat had jika mengetahui hukumnya.” Pendapat ini juga
diambil oleh Abu Tsaur. Adapun menurut Az-Zuhri, ia dihukum rajam jika
mengetahui hukumnya dan dihukum dengan hukuman paling ringan diantara keduanya,
yaitu jilid (cambuk), jika ia melakukannya karena tidak mengetahui hukumnya.
Maka wanita itu tetap mendapat maharnya, namun mereka berdua dipisahkan, dan
tidak boleh berkumpul lagi selamanya.[15]
Terdapat sebuah pertanyaan bagi
Syaikh Bin Baz, “Jika seorang lelaki memiliki empat istri lalu ia menikah lagi
dengan istri kelima, dan dari pernikahannya itu ia dikaruniai seorang anak atau
lebih, apakah anak dari istri kelima tersebut dinasabkan kepadanya?”
Syaikh Bin Bazz menjawab, “Tak
diragukan lagi nikahnya ia dengan istri kelima itu batal sebagaimana ijma’ para
ahlul ilmi. Ibnu Katsir telah menyebutkan dalam tafsirnya, bahwa ahlul ilmi kecuali
Syiah telah berijma’ atas keharaman pernikahan dengan orang kelima. Adapun
tentang nasab anak tersebut, terdapat rincian. Jika ia meyakini nikahnya itu
sah karena kebodohan, syubhat, atau taklid, maka anak tersebut dinasabkan
kepadanya (bapak), dan jika tidak demikian maka si anak tidak bisa dinasabkan
kepadanya.”[16]
F.
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menikah dengan istri kelima disaat
ia masih memiliki empat istri, maka hukumnya haram dan nikahnya dianggap fasid
(rusak). Jika mereka tetap mempertahankannaya, maka hubungan mereka dianggap
perzinaan dikarenakan tidak sahnya pernikahan mereka. Karena pembatasan empat
istri ini berdasarkan nash syar’i dan ijma’.
Adapun hukuman
bagi mereka yang menikah dengan wanita kelima, sebagaimana yang telah
disebutkan di atas dari pendapat beberapa ulama, adalah rajam atau jilid. Maka
bagi lelaki yang sudah memiliki empat istri dan ingin menikah lagi, ia harus
menceraikan salah satu istrinya terlebih dahulu. Wallahu a’lam bish shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Adawi, Musthafa. 2008. Jami’ al-Ahkam an-Nisa. Kairo: Dar Ibnu
Affan.
Asy-Syaukani, Imam. 2005. Nailul Authar.
Kairo: Darul Hadits.
Az-Zuhaili, Wahbah. 2007. Fiqh Islam wa
Adillatuhu. Cetakan ke-10. Damaskus:
Darul Fikr.
. 2012. Mausuah al-Fiqh al-Islam
wa Qadhaya al-Mu’ashirah. Cetakan ke-3. Damaskus: Darul Fikr.
Katsir, Ibnu. Tafsir
al-Qur’an al-Adhim. Kairo: Maktabah Taufiqiyah.
Qudamah, Ibnu.
1997. Al-Mughni. Cetakan ke-3. Riyadh: Dar Alim al-Kutub.
Zaidan, Abdul Karim. 2000. Al-Mufashal fi
Ahkam al-Mar’ah wal Bait Muslim. Cetakan ke-3. Lebanon: Muassasah ar-Risalah.
Bin Baz, Syaikh. Majmu’ Fatawa.
(Maktabah Syamilah)
Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, Kuwait:
Wizaratul Auqaf wa Syu’uni Islamiyah. (Maktabah Syamilah)
Jonata, Willem. 2013. “Eyang Subur Ditanya FPI, Benarkah Istrinya Sembilan? Ini Jawab Dia,” http://www.tribunnews.com/seleb/2013/04/01/eyang-subur-ditanya-fpi-benarkah-istrinya-sembilan-ini-jawab-dia, diakses pada 7 November 2014
http://www.seksualitas.net/pria-84-tahun-beristri-86-orang.htm, diakses pada 7 November 2014
[1] http://www.tribunnews.com/seleb/2013/04/01/eyang-subur-ditanya-fpi-benarkah-istrinya-sembilan-ini-jawab-dia,
diakses pada 7 November 2014, 08:50 WIB
[2] http://www.seksualitas.net/pria-84-tahun-beristri-86-orang.htm,
diakses pada 7 November 2014, 10:00 WIB
[3] Abdul Karim Zaidan, Al-Mufashal fi Ahkam
al-Mar’ah wal Bait Muslim, cet 3, (Lebanon: Muassasah ar-Risalah, 2000),
jilid 6, hal. 286.
[4] Q.S. an-Nisa:3
[5] Q.S. Fathir: 1
[6] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adhim,
(Kairo: Maktabah Taufiqiyah), jilid 2, hal. 147.
[7] Al-Qasim bin Ibrahim bin Ismail al-Hasani,
lahir 169, dinisbatkan kepadanya aliran Qasimiyah, bagian dari Syiah Zaidiyah.
[8] Ibnu Qudamah, Al-Mughni, cet 3,
(Riyadh: Dar Alim al-Kutub, 1997), jilid 9, hal. 471.
[9] Wahbah az-Zuhaily, Mausuah al-Fiqh
al-Islam wa Qadhaya al-Mu’ashirah, cet 3, (Damaskus: Darul Fikr, 2012),
jilid 8, hal.170.
[10] Imam asy-Syaukani, Nailul Authar,
(Kairo: Darul Hadits, 2005), juz 6, hal. 546.
[11] Ibid, hal. 535.
[12] Wahbah az-Zuhaily, Fiqh Islam wa Adillatuhu, cet 10, (Damaskus:
Darul Fikr, 2007), jilid 9, hal.
6668.
[13] Abdul Karim Zaidan, Op. Cit., hal. 287.
[14] Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah,
(Kuwait: Wizaratul Auqaf wa Syu’uni Islamiyah) jilid 8, hal. 121. (Maktabah
syamilah)
[15] Musthafa al-Adawi, Jami’ al-Ahkam an-Nisa,
(Kairo: Dar Ibn Affan, 2008), jilid 3, hal. 499.
[16] Syaikh Bin Baz, Majmu’ Fatawa, jilid
21, hal. 20. (Maktabah syamilah)
Dapatkan Ebook mudahnya berpoligami di blog saya jom !
BalasHapushttp://xmuhammadx.blogspot.com/2015/01/mudah-sangat-nak-berpoligami.html