Selasa, 22 September 2015
Rabu, 16 September 2015
Kisah Wanita Bermukena
Kali ini saya akan berbagi cerita bergenre horror. Bagi yang
penakut, lebih baik ke kamar mandi sekarang daripada nanti terbayang. (haha,
lebay!) Sebenarnya lebih kepada asumsi saya yang salah memahami cerita selama
beberapa tahun. Dulu, ayah saya pernah bercerita kepada kami. Mungkin gambarannya
seperti percakapan di bawah ini.
Ayah: “Dulu, di
rumah pakde ada kamar yang nggak ditempatin. Nggak ada yang berani tidur
disitu.
Saya: “Kenapa?”
(jangan bayangin iklan biskuat ^^)
Ayah: Karena yang
punya kamar udah meninggal. Perempuan, saudaranya budhe.
Saya: Oo…
terus?
Ayah: Ayah kan
orangnya nggak penakut, jadi ayah berani aja tidur disitu sendiri. Tapi, ayah
pernah dilihatin perempuan yang ada difoto itu (yang udah meninggal)
Saya: Orangnya kayak
apa?
Ayah: Ya cuma
kaya orang mau shalat gitu, pake mukena, trus ngliatin ayah terus.
Saya: Ayah nggak
takut?
Ayah: Ayah tutupan
sambil baca ayat kursi + mu’awidzatain (al-Falaq & an-Nas)
Saya: Setannya pergi
nggak?
Ayah: Iya, tapi
agak lama, mungkin ada setengah jam.
Hiii, saya bergidik ngeri waktu itu.
Tapi kesalahan saya sampai kelas tiga SMA adalah menangkap cerita sesuai
dhohirnya saja. Saya lumayan sering bercerita kepada teman-teman tentang wanita
bermukena itu. Dalam pikiran saya, sosoknya tetap seperti orang yang hendak
shalat. Tapi setelah saya analisis lagi (duile), saya baru sadar bahwa selama
ini saya salah menginterpretasikan setan yang nampang di depan ayah saya. Saya baru
ngeh kalo ternyata setan itu adalah POCONG. Iya kan? Kayak mau shalat,
kayak pake mukena, tangannya sedekap. Saya tahu, ayah saya sepertinya sengaja
tidak langsung megucap kata “pocong” karena tahu saya sangat penakut (dulu).
(Hadeh, daru
dulu saya kemana aja ya? Polos banget atau gimana? Wk. ^^)
Jumat, 11 September 2015
Jumlah Hari Di Setiap Bulan
Mungkin kesan
pertama teman-teman saat membaca judul di atas adalah “KUKER”. Saya merasa
perlu membuat postingan ini karena “ulah” teman-teman saya. Sedikit bocoran,
saya lahir pada tanggal 31 Agustus (tahun dirahasiakan, ^^). Tapi yang paling
membuat saya heran, kaget, plus sedikit kesal ketika ada beberapa teman saya
yang bertanya, “kamu lahir tanggal berapa?” saya jawab “31Agustus.” Lalu dia
bilang “emang ada yah tanggal 31 Agustus?” (huaaaaa… terus, kalau nggak ada
tanggal 31, saya lahir kapan dong???)
Teman teman
saya benar benar nggak tahu kalau bulan Agustus memiliki 31 hari. Karena yang
mereka tahu, Juli sudah 31, masa Agustus juga 31? Nggak mungkin. Saya masih
ingat cara bu guru SD mengajari kami bagamana menghitung jumlah hari. Pertama,
kepalkan tangan kalian. Nah, ruas jari jari itu kan seperti membentuk gundukan.
Jadi, dari gundukan jari telunjuk dimulai bulan Januari, antara jari telunjuk
dan jari tengah adalah bulan Februari (kita sebut saja dataran rendah, dan tadi
yang terlihat seperti gundukan kita sebut bukit). Begitu seterusnya sampai di
bukit jari kelingking yang berarti bulan Juli. Bulan Agustus dimulai dari
gundukan jari telunjuk lagi.
Semua bukit
berarti 31 hari, dan dataran rendah menandakan 30 hari (kecuali bulan
Februari). So, nggak salah kan kalau Juli dan Agustus sama sama memiliki 31
hari? Sama halnya bulan Desember dan Januari. Rinciannya sebagai berikut:
Januari : 31 hari
Februari : 28 hari
(kecuali pada tahun kabisat maka jumlahnya menjadi 29 hari, dan hal ini terjadi
4 tahun sekali)
Maret : 31 hari
April : 30 hari
Mei : 31 hari
Juni : 30 hari
Juli : 31
hari
Agustus : 31 hari
September : 30 hari
Oktober : 31 hari
November : 30 hari
Desember : 31 hari
Ps: buat yang merasa tertabrak, maaf ya… ^^
Kamis, 10 September 2015
Kiamat di Hari Jum’at
Sabtu siang sepulang dari SD tetangga.
Saya dan
beberapa teman diberi tugas oleh pihak sekolah untuk mengikuti les (?) membaca
al-Qur’an bernada. Sampai sekarang pun saya masih tidak mengerti nama nada yang
pernah saya pelajari itu. Selain karena waktu yang singkat, di tempat saya
mengaji pun tidak diajari begituan. Bisa membaca al-Qur’an sesuai tajwid saja
sudah cukup bagus. Yang cukup membuat saya miris adalah, sebagian besar teman
saya belum bisa membaca al-Qur’an padahal sudah kelas enam SD.
Oiya, to
the point. Siang itu, saya dan beberapa teman baru saja pulang dari
kegiatan yang dilaksanakan di SD tetangga. Saya, Alvian, Dayat, dan Destri (ingetnya
sih cuman itu) kembali ke sekolah bersama karena tas kita masih di kelas.
Suasana sekolah sepi, semua siswa sudah pulang. Bangku di kelas pun sudah
terkondisikan terbalik di atas meja oleh teman-teman yang piket. Tapi ada satu
kertas yang menarik perhatian kami.
Saya
lupa isi lengkapnya (saat itu masih kecil & nggak dihafal juga, ^^) isinya
adalah pemberitahuan kalau ada orang yang mimpi bertemu Rasulullah SAW dan
diberitahu kalau kiamat bakal terjadi dalam waktu dekat. Disitu tertulis hari,
tanggal, bulan, dan tahunnya, hanya saja yang masih membekas di memori saya
cuma harinya. Hari Jum’at. Plus embel-embel “sebarkan ke dua puluh orang atau
anda akan bla bla bla karena telah mengabaikan mimpi tersebut (intinya hal-hal
buruk deh).
Saya
dan teman teman langsung membuat konferensi kecil-kecilan. “Gimana nih? Uangku
habis.” “Uangku tinggal dua ratus.” Kami bergantian melaporkan perekonomian
masing masing. “Tapi kita tetep harus nyebarin ini.”
Setelah
uang terkumpul, kami bergegas menuju kios fotocopy terdekat. “Copy buram 20
lembar bu,” ucap saya. “Katanya jum’at tanggal sekian bakal kiamat,” jelasku
berapi-api. Si ibu pemilik fotocopy yang juga pemeluk Kristen itu hanya
tersenyum. Tersenyum akan kekonyolan kami. (baru saya sadari saat sudah paham,
haha)
Kami
segera menempelkan slebaran tersebut di tiang-tiang listrik. ^^. Saya lupa,
kami menempelkan kertas kertas tersebut menggunakan lem atau nasi (eh?). Karena
seingat saya, saat itu kami juga sempat sibuk mencari lem. Wk. Usai
menyelesaikan misi, saya pulang ke rumah. Tak lupa saya ceritakan tentang
slebaran kiamat itu pada ibu saya. “Slebaran begituan mah udah ada zaman ibu
muda dulu, toh nggak terbukti. Kan yang tahu kapan kiamat Cuma Allah,” nasihat
ibu. Saya hanya ber-ooo ria. Dalam hati saya menggumam “iya juga yah, kalo dulu
pernah ada slebaran kayak gitu kok sampai sekarang belum kiamat-kiamat.”
Ps: Sampai tulisan ini dibuat pun isi slembaran
itu tak terbukti. Yang tahu kapan datangnya kiamat hanyalah Allah. Meskipun tanda
tanda kedekatannya (yang bersumber dari hadits) sudah kita rasakan, bukan berarti
bisa seenaknya meramal kapan waktunya. Kita hanya perlu bertaubat dan senantiasa
memperbaiki diri, semoga Allah melindungi kita dari fitnah akhir zaman. Wallahu
a’lam.
Langganan:
Postingan (Atom)