Dalam
menghilangkan najis, para ulama bersepakat bahwa hal-hal yang dapat digunakan
adalah air mutlak, dan tanah. Adapun para imam berbeda pendapat dalam hal-hal
lainnya seperti istihalah, membakar dengan api, menyamak kulit, sinar matahari,
mengerik, membuang sebagian yang terkena najis, dan lain-lain.
Ketika
pakaian atau badan terkena najis, maka wajib mencucinya hingga najis tersebut
hilang. Apalagi jika ia hendak sholat, karena suci adalah syarat sah sholat.
Baik itu pakaian, badan, atau pun tempat yang digunakan untuk sholat. Adapun
jika seseorang ragu bagian pakaian atau badan mana yang terkena najis, maka
para ulama berbeda pendapatnya dalam hal ini.
Menurut
Hanafiyyah: Dibolehkan mencuci semua bagiannya (baju dan badan) jika seseorang
lupa bagian mana yang terkena najis, dan mencucinya bukan dengan dipanaskan
(dijemur).
Dan
menurut Malikiyyah: Memerciki baju atau tikar jika ragu dimana yang terkena
najis, maka diperciki saja tidak dengan niat seperti mencucinya: yaitu
memerciki dengan tangan, air hujan, atau hanya dengan satu cipratan, di atas
tempat yang diragukan dimana ada najisnya dengan air untuk menghilangkannya.
Dalam keadaan ragu dimana bagian yang terkana najis, maka wajib memercikinya,
bukan mencucinya, walau mencucinya itu lebih untuk kehati-hatian. Dan tidak
dibolehkan memerciki bagian badan yang diragukan tempat terkena
najisnya, akan tetapi diwajibkan mencucinya.
Malikiyyah
juga berpendapat jika jelas (diketahui) dimana letaknya, maka mencucinya hanya
di tempat najis tersebut, dan bila belum bisa dibedakan, maka ia mencuci
semuanya.
Adapun
menurut Hanabilah: diharuskan mencuci apa yang terkena najis, sampai ia yakin
hilangnya najis tersebut. Apabila tidak diketahui bagian yang terkena najis
pada badan, pakaian, atau tempat yang sedikit (sempit), diharuskan menyucinya,
dan tidak cukup hanya dengan dugaan, karena yang suci bercampur dengan najis,
maka wajib menjauhi semuanya, sampai ia yakin kesuciannya dengan menyucinya.
Apabila
ada pakaian yang terkena najis tercampur dengan pakaian bersih, tapi kita lupa
atau ragu mana yang sebenarnya terkena najis sebaiknnya kita mencuci semuanya
demi kehati-hatian. Tentu lebih tepat lagi kalau kita lebih hati-hati agar
jangan sampai tercampur antara yang bersih dan yang terkena najis.
Wallohu
a’lam
Maroji’:
·
Fiqh islam wa
adillatuhu, Dr. Wahbah az zuhaili
(ini nerjemahin sendiri,
so klo da kata yg krng cocok hrp
maklum.. J)
_haibara ai_
0 komentar:
Posting Komentar