Sebelum masuk
ke pembahasan, saya mau tanya, unyu2 bisa diartikan kecil kan? Hhe.
Salah satu
alasan saya menulis tema ini, sebagai pengingat untuk kita. Karena beberapa
waktu lalu, saya mendengar sendiri percakapan antara A dan Z, sebut saja mereka
seperti itu. A baru pulang, ia letakkan barang belanjaannya.
Z: ini punya siapa? (sambil mengangkat
sebuah jilbab)
A: oh.. itu punya aku, mau aku
kasih ke ibu.
Z: ngasih satu doang? (sinis)
A: iya, bisanya segitu. (tersenyum
getir)
Nah, si A
memang menjawab dengan enjoy, tapi saya yakin di hatinya sudah banjir. Kalau kita
diperlakukan seperti A, bagaimana? Padahal, untuk membeli jilbab untuk ibunya,
ia harus berhemat. Dia bukan orang berpunya. Entah si Z tahu keadaan ekonominya
atau tidak, tapi tentu tak pantas baginya menghina si A. Apa jika A memberi
ibunya hanya sebuah jilbab, tak pantas? Terasa pelit? Atau perhitungan? Tidak,
tidak seperti itu. Bagaimana mungkin A perhitungan kepada ibu yang sangat dicintai
dan mencintainya pula.
Jika di
zaman Rasulullah ada
wanita yang membelah kurmanya untuk kedua anak perempuannya, maka hari ini pun
ada. Seperti cerita si A. Pagi hari, sang Ibu sudah memasak telur mata sapi,
hanya sebuah. A dipersilakan makan telur itu semuanya. Ia tak enak badan, eh,
maksudnya tak enak hati kepada ibu tercintanya. Ia memang sudah lama tak makan
telur mata sapi, tapi tak sampai hati menghabiskannya sendiri. Maka dibelah
dualah telur itu, si ibu menolak, tapi ia keukeuh meletakkannya di piring sang
ibu. Yang menambah rasa haru si A, ketika ibu memberikan kuning telurnya saat
makanannya habis. “ini kuning telurnya, kan ini kesukaanmu”, kata ibunya. Ya rabb..
subhanallah.. Sekarang, adakah anak yang perhitungan kepada orang tua yang ia
cintai? Saya rasa tak ada.
Kembali ke
cerita awal, perbuatan Z jelas tak benar. Memberi hadiah kepada ortu, adalah perbuatan
mulia. Kita pun tak bisa menyamakan orang lain dengan kita. Tidak diharuskan
juga hadiah itu mahal. Kalau kita tahu suatu perbuatan itu mulia, baik, dan berpahala,
maka kita tak boleh meremehkannya. Sekalipun kebaikan itu unyu-unyu alias kecil
dan terkesan remeh. Sebagaimana sabda Rasulullah:
لَا
تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ
طَلْقٍ
"Janganlah
sekali-kali kebaikan sekecil apapun itu, walau engkau bertemu saudaramu dengan
wajah berseri (menyenangkan)." (HR. Muslim)
Sekedar bertemu teman dengan pasang muka ramah
saja berpahala, apalagi lebih dari itu. Membantu teman, memberi hadiah ortu,
menjenguk saudara yang sakit, dan masih banyak lagi. Dan mengapa contoh di
hadits tersebut adalah pasang muka ramah, ceria? Karena kita tak pernah suka
disuguhi wajah ngambek dan kusut oleh teman kita. Apalagi kita tak tahu
apa-apa, apapun alasan dia. Iya kan?
The last, jangan remehkan kebaikan, walau
unyu-unyu.
_Haibara Ai_
0 komentar:
Posting Komentar