Ini merupakan perjalanan saya dari
pantai kukup. Menjadi moment tak terlupakan? Sepertinya iya. Well, kami
start pulang dari kukup sekitar jam lima sore. Saat maghrib, kami berhenti di
salah satu pusat oleh oleh yang masih berada di Gunung Kidul untuk shalat dan
juga berburu buah tangan tentunya. Selesai urusan kami disitu, berarti kami
harus segera pulang. Sebelum naik bis, salah seorang dosen bilang “nanti ini
ya, ke Malioboro?” saya hanya ber-O. setahu saya dan teman teman, kami tidak
jadi ke Malioboro walau rencana awal memang mau kesitu.
“Kata Bu Fat nanti kita ke Malioboro
lho, kemungkinan, “ucapku saat masuk ke bis.
“Ah, masa?? Kata Pak Dosen ga jadi
kok,” teman temanku menjawab kompak.
Iya sih.. saya sendiri juga tahu kalau tadi
dosen bilang kalau kami nggak jadi ke Malioboro. Tapi dalam hati saya masih
berharap karena mendengar perkataan Bu Fat tadi. Tiga puluh persen lah kira
kira. ^^. Saya masih terjaga saat sebagian besar teman saya sudah tepar. Saya
masih berharap kami mampir ke Malioboro. Tapi ketika mata saya menangkap tulisan
“Sukoharjo” maka pupuslah harapan itu. Saya keluarkan mp3 dari saku. Pasang
headset, bersiap untuk menyusul teman teman k ealam mimpi. Belum sempat saya
terlelap, tiba tiba bis kami ngerem mendadak. Saya yang masih tidur ayam
langsung melek. Ada apa?
“Ih, ada begal!” seru teman saya. Saya
yang duduk di baris kedua dari belakang plus dekat pintu langsung deg-degan.
Jantung saya berdebar hebat. Saya spontan mematikan mp3, mencabut headset dari
telinga saya dan menarik korden dengan kuat. Oh, saya paling nggak bisa lihat
hal begituan. Tapi saat saya menarik korden, teman yang duduk di belakang saya
(bangku paling belakang) juga menariknya lebih keras lagi. Akhirnya saya menoleh
ke dia “ya udah, barengan,” ucap saya dengan suara agak tegas. Itu efek
ketakutan dan kami sama sama takut. (Haha, kalau ingat itu saya merasa geli
sendiri. Karena pada dasarnya korden itu muat dan disetting untuk menutupi
jendela kami, tapi kenapa harus pake acara rebutan? ^^)
Dalam pikiran saya cuma satu, apakah
nyawa saya akan melayang malam itu? Bahkan saya sudah membayangkan betapa
ngerinya kalau leher saya sampai putus. Saya membayangkan itu sambil mengusap
leher. Ya Rabb.. saya perbanyak istighfar. “tenang.. ayo pada doa,” teman saya
mengintruksi. Kami diam, suasana hening, tapi tiba tiba teman saya yang duduk
di tengah nyeletuk, “begal kok di kampung?!” serunya lantang. “Sssssttttt!!!!
Tenang dong, jangan berisik” teman saya yang di belakang kembali menenangkan.
Sebagian teman saya berdiri, mencari tahu. Saya hanya melirik ke jendela kiri
yang kordennya tidak ditutup. (Bahkan korden bangku depan saya juga terbuka
lebar) Saya melihat ada semacam terpal yang biasa dipakai di truk. Waktu itu
saya hanya membatin, mungkin saja bis kami dibegal oleh komplotan begal yang
naik truk. Apalagi saya sering mendapat cerita dari teman teman saya tentang
begal di daerah mereka. (Luar Jawa)
Saat saya melihat jendela sisi kanan
yang tepat berada di depan bangku saya, saya langsung membetulkan perkataan
teman saya tadi, masa ada begal di tengah kampung? Saya lihat dengan jelas,
banyak motor dan mobil yang berlalu lalang tapi kenapa mereka tidak dibegal
juga? Kenapa kami? Akhirnya kami membuat asumsi baru, oh, mungkin bis kami
nyerempet orang. “Tapi kalo nyerempet, kok kita nggak ngrasa ya? Teman saya
mempertanyakan lagi. Yup, saya juga tidak merasa.
Finally, setelah berlalu beberapa saat,
setelah ada percakapan antar sopir bis kami dan rombongan orang bersenjata tadi
(mereka membawa balok, linggis, bahkan ada yang hamper melempar batu besar ke
kaca bis) kami tahu, bahwa penyebab mereka menghadang kami karena bis kami
tanpa sengaja menginjak cor-coran jalan yang masih basah. Sedikit memang. Tapi kami
maklum saja, mereka dalam kondisi capek (bahkan sepanjang jalan itu ternyata
masih banyak yang bekerja) dan mengira kami tidak bertanggungjawab, padahal
kami tak merasa sama sekali.
Setelah
bayar ganti rugi, akhirnya bis kami bisa meneruskan perjalanan. Alhamdulillah..
saya sangat bersyukur karna yang mencegat kami bukan begal sungguhan ^^. Meskipun
sebagian besar awak bis kami merasakan ketegangan tadi, tapi see… anak-anak di
bis belakang sama sekali tidak yahu menahu. Mayoritas mereka sudah terlelap. Jadilah
mereka hanya bertanya Tanya, “kenapa sih? Katanya tadi ada begal?” ^^ dan kami
yang menjadi pelaku sejarah pun bersedia menceritakan.
Ok, I think my story of this moment is enough… thanks for reading.. ^^
enough....
BalasHapusWell, buah tangannya ndak sampai sini,
Ck.. gomen... ;)
BalasHapusNeVerMinD
BalasHapusHihi
BalasHapus