Pages

About

Selasa, 18 November 2014

Merubah Ciptaan Allah



A.    Pendahuluan

Wanita identik dengan berhias. Ia ingin selalu terlihat cantik. Oleh sebab itu, banyak kita dapati salon-salon kecantikan yang siap memanjakan mereka. Karena mereka selalu menganggap kurang apa yang telah mereka miliki. Namun, dengan berdirinya salon kecantikan, hal itu banyak membuat wanita melakukan penyimpangan dan hal-hal yang tak sepantasnya dilakukan muslimah.
Sejatinya, berdandan dan merawat tubuh sah-sah saja bagi wanita. Terlebih bagi mereka yang sudah bersuami. Tampil cantik di depan suami sangat dianjurkan. Hal itu demi menambah kelanggengan rumah tangga. Disamping itu, menyejukkan pandangan suami merupakan ibadah berpahala. Berdandan boleh-boleh saja asalkan tidak merubah ciptaan Allah yang dilarang atau menggunakan benda-benda haram.
Sebagaimana fatwa syaikh Utsaimin, bahwa menghias diri terbagi menjadi dua. Yang pertama adalah usaha mempercantik diri dalam rangka menutupi aib yang timbul akibat suatu peristiwa, dan hal ini tak mengapa dilakukan. Karena Nabi Saw., mengizinkan seorang lelaki yang terpotong hidungnya pada suatu peperangan untuk mengenakan hidung palsu yang terbuat dari emas. Dan berhias yang hanya dimaksudkan untuk menambah keindahan, bukan untuk menutup aib, maka hukumnya tidak boleh.[1]
Karenanya, para wanita harus pandai memilah apa saja bentuk dandanan yang diperbolehkan bagi mereka. Supaya mereka tidak terjatuh pada dandanan yang diharamkan. Seperti mentato, mencabut alis, dan mengikir gigi.

B.     Pengertian Ziinah (Perhiasan)
Secara etimologi, ziinah berasal dari isim masdhar zaana, maka arti zaanahu (زانه) berarti mempercantik atau memperindah. Jadi, makna ziinah adalah segala sesuatu yang dipakai untuk mempercantik diri.


Allah Ta’ala berfirman:
قُل مَن حَرَّمَ زِينَةَ اللّٰهِ الَّتِى اَخرَجَ لِعِبَادِه وَالطَّيِّبٰتِ مِنَ الرِّزقِ
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?"
Di dalam Tafsir Fakhrurrazi, terdapat dua pendapat tentang makna ziinah. Pendapat pertama adalah pakaian yang menutup aurat. Sedangkan pendapat kedua adalah segala macam alat berhias. Termasuk di dalamnya semua bentuk riasan, alat pembersih badan, sepatu berhak tinggi dan perhiasan. Karena semua itu termasuk alat memperindah.[2]Sedangkan asal hukum segala bentuk ziinah adalah boleh kecuali yang telah dikhususkan oleh dalil, yang mengeluarkannya dari kategori mubah.[3]
C.    Larangan Merubah Ciptaan Allah

لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُوتَشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
“Allah Subhanahu wa Ta'ala melaknat wanita-wanita yang membuat tato, meminta ditato, mencabuti alis dan memperbaiki susunan giginya untuk mempercantik diri, yang telah merubah ciptaan Allah.”[4]
Hadits shahih di atas menjadi dalil larangan merubah ciptaan Allah. Dalam hadits tersebut Allah melaknat para wanita pembuat tato berikut wanita yang minta dibuatkan tato, wanita yang mencabut alis dan yang meminta dicabutkan alisnya, serta wanita yang mengikir gigi dan yang minta dikikir giginya.
Ketiga hal tersebut (mentato, mencabut alis, dan mengikir gigi) haram bagi laki-laki maupun wanita. Tidak ada perbedaan hukum antara subyek dan obyeknya.  Karena disana terdapat laknat. Dan tidaklah sesuatu itu dilaknat melainkan karena itu hal yang diharamkan. Bahkan termasuk salah satu dosa besar.[5] Dalam Umdatul Qori dinyatakan, “Ada ulama yang mengatakan bahwa dosa besar adalah semua tindakan maksiat. Ada juga yang mengatakan, dosa besar adalah semua dosa yang diancam dengan neraka, laknat, murka, atau siksa.”[6]
Sebagaimana juga perkataan Syaikh Fauzan, “Laknat hanya diberikan untuk perbuatan yang haram dan berat tingkat keharamannya. Bahkan termasuk dosa besar. Karena diantara batasan dosa besar adalah adanya ancaman laknat, murka, neraka, ancaman, atau hukuman di dunia.

D.    Membuat Tato
Imam An-Nawawi mendefinisikan al-Wasymu (الوشم): menusukkan jarum atau sejenisnya di punggung telapak tangan, pergelangan tangan, bibir, atau bagian lain dari tubuh seorang wanita sampai darahnya mengalir. Kemudian dimasukkan ke dalam lubang pada kulit tersebut celak atau kapur sehingga menjadikannya berwarna hijau. Wanita yang menjadi tukang membuat tato itu disebut sebagai Wasyimah, sedangkan wanita yang dibuatkan tato disebut Mausyumah, dan yang meminta dibuatkan tato disebut Mustausyimah.[7]
Larangan bertato sudah kami sebutkan sebelumnya yaitu lafadz hadits:
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُوتَشِمَاتِ
“Allah Subhanahu wa Ta'ala melaknat wanita-wanita yang membuat tato dan meminta ditato.”
Allah ta’ala juga berfirman:
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ اْلأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُوْنِ اللهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِيْنًا
Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya. Barangsiapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”[8]
Makna mengubah ciptaan Allah, menurut seorang tabi’in Al-Hasan Al-Bashri adalah dengan mentato.[9]
 Dan menurut Imam Asy-Syaukani, “Dikatakan bahwa hal ini (larangan bertato yang tertera dalam hadits) hanya berlaku pada pengubahan yang sifatnya permanen. Adapun yang sifatnya tidak permanen seperti celak dan yang sejenisnya dari pewarna (tanpa menusukkan jarumterebih dahulu), telah dibolehkan oleh Imam Malik dan ulama lainnya.”[10]
Dewasa ini, fenomena tato telah membudaya di kalangan gadis remaja dengan model baru dari segi tempat yang ditato. Ada yang membuat tato di dada dan juga perut, sehingga si gadis menampakkan auratnya di  hadapan orang yang melakukan profesi munkar ini yang terkadang dilakukan lelaki. Biasanya hal itu dilakukan di kedai-kedai tempat minum.  Disitu terdapat ruangan khusus untuk pebuatan tato dengan harga yang cukup tinggi. Selanjutnya, aurat itu dibuka lagi di hadapan banyak orang untuk menampakkan seni tersebut,dan semua itu dilakukan karena mode.[11]
Namun ternyata, ketertarikan membuat tato tidak hanya terjadi pada gadis remaja. Seperti yang terjadi pada nenek berusia 75 tahun. Isobel Varley, wanita pemegang rekor dunia sebagai wanita yang memiliki tato terbanyak ini hampir menutupi seluruh tubuhnya dengan tato. Selain tato, Isobey juga memiliki sekitar 50 tindikan di tubuhnya.
Isobel mengaku bahwa dirinya tak begitu menggemari tato dan tindikan semasa muda. Namun dia mulai menyukai dan membuat tato pertamanya di tahun 1986, ketika dia berusia 40 tahun.[12]
Padahal, tato memiliki pengaruh buruk bagi kesehatan. Dr. Abdul Hadi Muhammad Abdul Ghaffar, ahli sekaligus konsultan penyakit kulit dan kelamin menyatakan, “Zat-zat asing yang meresap ke dalam kulit dapat menyebabkan alergi kulit, tapi jika mengandung zat minyak tanah maka akan mengakibatkan kanker kulit dan merusaknya. Sedangkan penggunaan jarum dapat menularkan wabah hepatitis dan AIDS.[13]
Menurut Ibnu Hajar, kulit yang ditato menjadi najis. Dikarenakan adanya darah yang tertahan ketika pembuatan tato. Maka wajib hukumnya menghilangkan tato jika memungkinkan walaupun menimbulkan luka. Kecuali jika hal tersebut dikhawatirkan dapat merusak atau menghilangkan manfaat anggota badan yang ditato, maka boleh membiarkannya dan ia cukup bertaubat untuk menggugurkan dosa.[14]
  
E.     Mencukur Alis

An-Namishah (النامصة) yaitu orang yang menghilangkan rambut (alis) di wajahnya. Sedangkan mutanammishah (المتنمصة) yaitu orang yang meminta untuk melakukan hal tersebut. Perbuatan ini haram.[15]Mencukur, mengerik, atau menghilangkan, baik sebagian ataupun seluruh alis tetap saja dilarang. Hal ini sering dilakukan oleh wanita. Terutama bagi mereka yang akan segera menikah. Mereka melakukan ini supaya terlihat lebih cantik.
Bahkan, dalam tradisi rias pengantin di daerah Yogyakarta, yaitu Paes Ageng[16], terdapat ritual yang diberi nama halup-halupan atau disebut juga prosesi cukur rambut. Di mana dilakukan pembersihan wajah pengantin dengan cara mencukur rambut halus yang tumbuh di dahi atau memotong rambut menjuntai ke dahi sehingga wajah tampak bersih dan siap untuk dibuat pola wajah.
Kemudian alis dibuat berbentuk menjangan ranggah atau disebut juga tanduk rusa. Karena rusa merupakan simbol kegesitan, dengan demikian kedua pengantin diharapkan dapat bertindak cekatan, trampil, dan ulet dalam menghadapi persoalan rumah tangga.[17] Tradisi tersebut jelas dilarang, disamping masuk ke dalam kategori an-Namsh, juga terdapat kepercayaan-kepercayaan yang tak berdasar menurut syariat Islam.
Terdapat pengecualian dalam an-Namsh, yaitu menghilangkan rambut yang tumbuh di wajah wanita seperti jenggot dan kumis, maka hal tersebut tidak dilarang. Bahkan hal tersebut hukumnya mustahab (lebih disukai). Karena larangan yang terkandung di dalam hadits hanya berkaitan dengan alis dan rambut yang tumbuh di tepi wajah.[18]

F.     Mengikir Gigi
Yang dimaksud dengan perenggangan gigi di sini adalah merenggangkan atau menggeser gigi taring dan empat gigi seri. Hal ini sering dilakukan oleh wanita-wanita yang sudah tua dengan tujuan agar terlihat lebih muda. Sebenarnya kerenggangan antara gigi seri ini terjadi pada anak-anak kecil. Setiap kali bertambah usia seorang wanita khawatir sehingga dia merapikan giginya dengan alat perapi gigi supaya terlihat lembut dan baik serta tampak lebih muda. Perbuatan ini haram baik bagi subyek maupun obyeknya berdasarkan hadits di atas. Karena sifatnya yang mengubah ciptaan Allah, pemalsuan, dan penipuan.
Konteks hadits di atas al-Mutafallijat lilhusni”[19], maknanya adalah mereka melakukan hal tersebut hanya untk menambah kecantikan semata. Di dalam hadits tersebut terdapat isyarat bahwa yang diharamkan adalah bila melakukannya untuk menambah kecantikan, sedangkan jika seseorang memerlukannya untuk pengobatan atau menghilangkan aib di gigi, maka tak mengapa melakukannya.[20]
Merapikan gigi untuk memperindah juga termasuk dalam kategori ini. Namun apabila ada seorang wanita yang memiliki gigi terlalu maju, atau panjang. Sehingga dia kesulitan makan atau berbicara bila tidak merapikan dan memotongnya, maka ia boleh merapikan giginya tersebut.
G.    Berhias Untuk Suami

Bagi seorang istri, sangat dianjurkan untuk berhias bagi suaminya. Karena ketika ia mampu menjadi penyejuk mata suami sehingga si suami senang ketika memandangnya, maka ini merupakan poin plus bagi istri. Bahkan hal tersebut termasuk ciri wanita terbaik. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw.,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Dari Abi Hurairah, berkata: Rasul Saw., ditanya: Wanita yang bagaimanakah yang terbaik? Beliau menjawab yang menyenangkan suami tatkala melihatnya, taat tatkala suami memerintah, tidak menyalahi suaminya dalam mengurus diri dan harta, hingga melakukan yang tidak disenangi.[21]
Ketika berhiasnya istri menjadi hal yang sangat dianjurkan, bolehkah dia mencukur alis dengan alasan berdandan untuk suami?
Ibnul Jauzi menyatakan dalam kitabnya Ahkam an-Nisa, bahwa merias wajah untuk suami tidaklah mengapa, termasuk mencukur rambut wajah demi mempercantik diri untuk suami. Kemudian beliau juga mengatakan, “Syaikh kami, Abdul Wahab bin Mubarak berpendapat bahwa jika seorang wanita mencukur wajahnya untuk tampil cantik di depan suaminya setelah si suami melihatnya, maka hukumnya boleh. Sesungguhnya yang tercela adalah ketika ia melakukan itu sebelum si suami sempat melihatnya, karena disana terdapat unsur penipuan.[22]
Sedangkan menurut Imam ath-Tabari, seorang wanita tidak boleh merubah apa yang telah diciptakan Allah baginya, dengan menambah ataupun mengurangi, baik dilakukan untuk tampil cantik di depan suami atau oranng lain.[23]
            Adapun yang rajih menurut Dr. Abdul Karim Zaidan,  bahwa hukum mencabut bulu alis hukumnya haram. Maka wanita lajang tidak boleh mencabut bulu alisnya apalagi ketika ada lelaki yang datang melamarnya. Karena perbuatannya dalam kondisi seperti itu mengandung unsur penipuan. Sedangkan jika dilakukan untuk suami, apabila suaminya senang dan meminta ia mencukur alisnya, maka menurut saya hal tersebut boleh karena termasuk bentuk berhiasnya dia untuk suaminya dan ini merupakan perkara yang dianjurkan syariat untuk melanggengkan rasa cinta dan kasih sayng antara suami istri.[24]
H.    Penutup
Dari pembahasan di atas, dapat kami simpulkan bahwa merubah ciptaan Allah untuk mempercantik diri hukumnya haram. Tiga perkara yang termasuk di dalamnya adalah membuat tato, mencabut alis, dan mengikir gigi. Disamping itu, hikmah pengharaman hal tersebut adalah mencegah terjadinya unsur penipuan serta pengelabuahan.
Namun terdapat dispensasi jika seseorang membutuhkannya untuk menghilangkan aib, kesulitan, atau pengobatan. Seperti orang yang memiliki (maaf) gigi terlalu maju hingga ia susah berbicara atau makan, maka ia boleh merapikan giginya.
Bagi wanita yang bersuami, menurut sebagian ulama, ia boleh memotong alisnya dengan maksud tampil cantik untuk suaminya. Karena hal tersebut termasuk kategori berhias untuk suami. Namun tetap disyaratkan suaminya telah melihatnya sebelum ia melakukan hal tersebut.
Wallahu a’lam bish shawab.





DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Adhim
Abu Ahmad, Syaikh Nada. 2010. 300 Dosa Wanita Yang Dianggap Biasa. Terj. Umar Mujtahid Lc. dan  Abdurrahim Lc., Solo: Kiswah Media.
Al-Aini, Badruddin. Umdatul Qari. (Maktabah Syamilah)
Al-Bagha, Musthafa.  2008. Al-Fiqh al-Manhaji. Cetakan ke-9. Damaskus: Darul Qalam.
Al-Jauzi, Ibnu. Ahkam an-Nisa. (Maktabah Syamilah).
Al-Utsaimin, Syaikh. Majmu Fatawa wa Rasail Fadhilatu Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin. Darul Wathan.
An-Nawawi, Imam. 2001. Shahih Muslim. Cetakan ke-4. Kairo: Darul Hadits.
Asy-Syaukani, Imam. 2005. Nailul Authar. Kairo: Darul Hadits.
Fakhrurrazi. Tafsir al-Fakhr ar-Razi. Darun Nasyr. (Maktabah Syamilah)
Hajar, Ibnu. 2004. Fathul Bari. Kairo: Darul Hadits.
Kamal, Abu Malik. 2008. Fiqh Sunnah lin Nisa. Kairo: Maktabah Taufiqiyah.
Katsir, Ibnu. Tafsir al-Qur’an al-Adhim. Kairo: Maktabah Taufiqiyah.
Zaidan, Abdul Karim. 2000. Al-Mufashal fi Ahkam al-Mar’ah wal Bait Muslim. Cetakan ke-3. Lebanon: Muassasah ar-Risalah.
Ananda, Kun Sila. 2012. “Isobel Varley, wanita 75 tahun dengan tato terbanyak di dunia.” http://www.merdeka.com/gaya/isobel-varley-wanita-75-tahun-dengan-tato-terbanyak-di-dunia.html, diakses pada 13 November 2014.
Vem. 2011. “Uniknya Tradisi Riasan Pengantin Ala Yogyakarta,” http://www.vemale.com/body-and-mind/cantik/10673-uniknya-tradisi-riasan-pengantin-ala-yogyakarta.html, diakses pada 14 November 2014.


[1] Syaikh al-Utsaimin, Majmu Fatawa wa Rasail Fadhilatu Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin, (Darul wathan) jilid 17, hal. 22.
[2] Fakhrurrazi, Tafsir al-Fakhr ar-Razi, Darun Nasyr, jilid 14, hal. 232.
[3] Abdul Karim Zaidan, Al-Mufashal fi Ahkam al-Mar’ah wal Bait Muslim, cet 3, (Lebanon: Muassasah ar-Risalah, 2000), jilid 3, hal. 374.
[4] Imam an-Nawawi, Shahih Muslim, (Kairo: Darul Hadits, 2001), cet 4, jilid 7, hal. 356.
[5] Musthafa al-Bagha, al-Fiqh al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2008), cet 9, jilid 1, hal. 530.
[6] Badruddin al-Aini, Umdatul Qari, 4/485 (Maktabah Syamilah)
[7] Imam an-Nawawi, Op. Cit., jilid 7, hal. 360.
[8] Q.S. An-Nisa: 119
[9] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adhim, (Kairo: Maktabah Taufiqiyah), jilid 2, hal. 299.
[10] Imam asy-Syaukani, Nailul Authar, (Kairo: Darul Hadits, 2005),  juz 6, hal. 342.
[11] Syaikh Nada Abu Ahmad, 300 Dosa Wanita Yang Dianggap Biasa, terj. Umar Mujtahid Lc. dan  Abdurrahim Lc., (Solo: Kiswah Media, 2010), hal.492.
[13] Abu Malik Kamal, Fiqh Sunnah lin Nisa, (Kairo: Maktabah Taufiqiyah, 2008), hal.427.
[14] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Kairo: Darul hadits, 2004), jilid 10, hal. 419.
[15] Imam an-Nawawi, Op. Cit., jilid 7, hal. 361.
[16] Sampai masa pemerintahan Sultan Sultan HB VIII, paes ageng ini hanya boleh dikenakan oleh kerabat raja. Baru pada masa pemerintahan raja berikutnya, Sultan HB IX (1940), mengijinkan masyarakat umum memakai busana ini dalam upacara pernikahan.
[18] Musthafa al-Bagha, Op. Cit., jilid 1, hal. 531.
[19] Wanita-wanita yang mengikir gigi untuk menambah kecantikan
[20] Imam an-Nawawi, Op. Cit., jilid 7, hal. 361.
[21] H.R. An-Nasai
[22] Ibnu al-Jauzi, Ahkam an-Nisa, juz 1, hal. 60. (Maktabah Syamilah)
[23] Ibnu Hajar al-Asqalani, Op. Cit., jilid 10, hal. 325.
[24] Abdul Karim Zaidan, Op. Cit., jilid 3, hal. 383.

0 komentar:

Posting Komentar