Pages

About

Minggu, 19 Oktober 2014

Internet, Pisau Bermata Dua


           “Hari gini nggak tau internet? Apa kata dunia?” mungkin kata-kata tersebut yang sering dilontarkan kepada orang yang gapnet (gagap internet). Sejatinya, internet memang memudahkan kita untuk mendapat banyak informasi bermanfaat yang kita butuhkan. Namun di sisi lain, internet juga menjadi racun bagi kita. Ya, internet memang bagai pisau bermata dua, bisa bermanfaat bisa juga mendatangkan madhorot.
          
             Yang mengenaskan adalah ketika kita sedang asyik berselancar mencari info atau ilmu yang kita butuhkan, dengan seenaknya gambar, video, atau iklan game yang mengarah pada (maaf) hal porno itu muncul. Inilah yang meresahkan kita, seharusnya. Kita tak ingin melihat hal “begituan”, tapi malah diperlihatkan pada kita dengan gampangnya.
          
              Tontonan yang tak sehat ini, tentulah berpengaruh buruk bagi kita semua. Tak terkecuali. Apalagi bila yang melihatnya anak di bawah umur. Secara medis, orang yang sering melihat “pemandangan tak sopan”  akan berpengaruh pada otak dan psikologisnya. Dan dalam Islam pun, kita dilarang melihat aurat orang lain.
          
              Lalu bagaimana? Karena bisa jadi kita tak segaja melihatnya. Menurut saya, secepat mungkin kita close link tersebut, jangan malah menikmatinya. Karena seharusnya kita malu melihat gambar-gambar amoral seperti itu. Dan jika tak berkepentingan menggunakan internet, maka tak perlu membuang waktu untuk berasyik ria di dalamnya. Dalam internet, hampir semua informasi tersedia. Ada yang bermanfaat, ada pula yang sifatnya sampah. Tinggal kita yang memilih, apakah kita rela membuang waktu untuk mengambil sampah-sampah internet?
          
             Terakhir, jaga anak-anak, adik, atau saudara kita yang masih di bawah umur dalam penggunaan internet. Jangan bebaskan mereka. Adapun memang ada keperluan, dampingilah. Atau tanyakan apa yang telah ia lihat, beri arahan dan nasihat, dan tanamkan sifat muraqabah. Semoga kita semua mampu menggunakan sarana internet dengan sebaik mungkin.

_Ai_

Jumat, 17 Oktober 2014

Bukan Puisi



Jadi orang baik itu bukan kesalahan.

 So, tak perlu menyesal ketika kita tlah meninggalkan kemaksiatan.

 Nafsu memang terasa nikmat.

Tapi ingat, dunia ini hanyalah sesaat.
  
Kehidupan kita sesungguhnya itu di akhirat.

Dan satu lagi, tak seorang pun diantara kita yang tahu akan ajal kematiannya sendiri.
  
 Maka sudah seyogyanya kita bertaubat selagi sempat.
  
Bukankah kita enggan mati dalam keadaan bermaksiat?


Ai

Jumat, 10 Oktober 2014

Cari Istri Lebih Muda



      Icha menutup buku itu. “Buku bagus”, gumamnya. Tadi ia temukan buku itu di lemari Om Ary. Karena menganggur, ia iseng membacanya. Dan salah satu pembahasannya, tentang mencari istri yang lebih muda. Icha teringat pada Raka, tetangga sekaligus temannya sejak kecil yang diam-diam memendam rasa kepadanya. Bahkan, Raka sesekali berani menggoda Icha terang-terangan. Seolah – olah Raka bercanda, namun sebenarnya ia serius. Seperti gurauan Raka saat mereka tak sengaja menjemur pakaian bersama.

“Cha, rajin banget udah njemur baju,” Raka memulai pembicaraan.

“Biasa aja kali, kamu tuh yang tumben, ikut-ikut njemur baju,” Icha menjawab sekenanya.

“Haha, iya dong, kan aku pengen njemur bareng calon istri,” ujar Raka sambil berlari masuk rumah. Raka tak mau kena semprot Icha yang baru saja digodanya.

“Raka!!!,” Icha menjerit dalam hati. Kan tidak mungkin teriak-teriak. Ia tidak enak hati bila teriakannya di dengar keluarganya dan keluarga Raka. Walaupun saat kecil, mereka berdua sudah terkenal sebagai pasangan serasi, sering bertengkar tapi tak pernah pisah. Masalahnya, kini umur mereka sudah hampir kepala dua, sangat kekanakkan rasanya jika masih bertengkar dan teriak-teriak. Ditambah hubungan mereka yang tak sedekat waktu SD dulu.
        
        Icha mengambil hp, ia ingin membicarakan sesuatu pada Raka.

Icha: “Raka, barusan aku baca buku, disitu dianjurin kalo nyari istri itu yang lebih muda, karna perempuan lebih kelihatan cepet tua plus biar dia bisa ngehormatin suami. Besok kalo kamu cari istri yang lebih muda ya”

Raka: “Iya, aku juga pernah baca. BTW, kamu kan lebih muda dari aku.”

Icha: “Yee, kita seumuran.”

Raka: “Nggak aja, jarak kita kan sebulan lebih beberapa hari.”

Icha: “Sama aja!”

Raka: “Hm, lihat aja besok deh!”

Icha: “yup, ini sekedar saran, boleh diikuti boleh diabaikan, tapi menurutku ikuti aja sarannya”

Raka: “Iya iya, aku simpen deh sarannya di laci, thanks ya, heheh”
        
         Icha hanya tersenyum. Punya tetangga hobi nyeyel kaya Raka itu sesuatu. Walau Raka terkadang menjengkelkan, Icha ingin Raka bahagia dengan istrinya kelak. “Semoga Raka medapat bidadari dambaannya,”batin Icha.

Juara Lomba Masak



Satu kelompok disebutkan, aku biasa saja. Dua kelompok disebutkan, aku tetap biasa saja. Hingga enam kelompok disebut dan mereka mendapat hadiah, aku masih biasa saja. Ya, aku rasa kelompokku biasa saja, apalagi aku sebagai anggota yang tak terlalu mahir dalam masak memasak. Dalam hati, aku meyakini kalau kelompok-kelompok lainlah yang memang pantas mendapat juara. Menu masakan yang variatif dan rasa yang lebih enak daripada buatan kami. Itu batinku.
            Aku tak ingin muluk-muluk, merasa pantas menjadi juara. Bagiku itu terlalu berlebihan. Maka dengan tetap tenang dan diam, aku ikuti acara pembagian hadiah itu. Hingga akhirnya juara dua dan tiga disebut, kelompok kami belum disebut-sebut juga. Bertambah pesimislah aku. Tapi, sesuatu yang tak ku sangka benar-benar terjadi, kelompok kami juara satu, the winner. Disaat semua orang memberi ucapan kepada ketua kelompokku, aku masih diam saja. Aku masih tak percaya, tapi ini benar nyata. Setelah itu, aku hanya tersenyum. Lalu, apa maksud enam kelompok pertama mendapat hadiah? Ternyata, merekalah para juara harapan. Ya, seperti apa yang disampaikan dewan juri “kalian semua adalah juara, namun ini perlombaan, sehingga kami tetap harus memilih juara diantara para juara.”
            Usai acara, kami berkumpul. Pembagian hadiah antar kami. Dua macam snack ringan pun dikeluarkan. Kami merasa tak masalah dengan hadiah seperti itu. Yang membuatku masih tak percaya hanya itu, kami juara  pertama. Dengan memasak dendeng, sup, dan nugget, kami juara. Padahal, memakan nugget sedikit saja sudah membuatku” bosan”. Mungkin karena kami sendiri yang membuat dan memasak, hingga ketika telah matang, aku malah merasa tak enak. Bahasa kerennya “mblenger” hehe.
            Alhamdulillah, kami juara. “Terima kasih” aku ucapkan untuk Chef Zuna, ibu ketua, dan teman-teman lain. Kalian tau.. aku jatuh cinta dengan dendeng buatan kita. Semoga kelak kami menjadi para istri dan ibu yang pandai memasak. Memasak masakan halal dan thayyib. Amin.

_Ai_

Rabu, 01 Oktober 2014

Dialog Hati

Kamu tidak menyesal?
Tidak, aku tak menyesal. Justru aku akan lebih menyesal bila tak segera mengakhiri hubunganku dan dia.
Sungguh? Apa kau benar-benar sanggup melupakannya?
Siapa bilang aku bisa melupakan dia seutuhnya? Aku hanya tak ingin terus dibayangi olehnya. Aku juga tahu, semakin aku coba melupakannya, semakin banyak memory tentangnya muncul kembali. Tapi, aku tetap tak boleh mengingat-ingat dia.
Apa kau tak merasa rindu?
Tak perlu kau tanya, rindu itu masih ada. Meski hanya terkadang. Dan aku tetap mencoba bertahan. Meski rinduku terasa menyakitkan.
Hmm.. benar tak ingin kembali? Sepertinya dia juga masih menginginkanmu
Tidak, untuk saat ini. Aku dan dia bukanlah sepasang kekasih legal. Hubungan kami kemarin belum halal.
Kau akan menunggunya?
Aku sudah pasrahkan semua pada_Nya, siapapun pendampingku kelak, itulah jodohku. Meski bukan dia.
Apa yang memotivasimu sampai kau seperti ini?
Aku tak mau terlarut dalam dosa. Aku tak mau terlalu lama bermain api.
Baiklah.. mungkin aku berkenan membantumu..
Terima kasih.