Pages

About

Senin, 31 Agustus 2015

Penyelundup Kacang Hijau



Saat kecil, semua orang pasti memiliki kenangan yang mungkin tak terlupakan. Kisah ini terjadi saat saya duduk di kelas satu eSDe. Sore hari biasa kami isi dengan mengaji di tpq. Jarak tpq dan rumah mungkin ada 1 km. Bersama kakak dan seorang teman, kami terbiasa berangkat dan pulang bersama.

Zaman dulu, berjalan kaki merupakan perkara yang dilazimi banyak orang, begitupun dengan kami. Berbeda dengan zaman sekarang, banyak anak eSDe yang “beraksi” dengan sepeda motornya.

Sore itu masih musim panen kacang hijau. Hamparan hitam terhampar di sawah. Ya, matangnya kacang hijau ditandai dengan kulit yang menghitam. Seperti biasa, kami pulang tpq bersama. Setelah memilih lewat pematang sawah, dengan riangnya kami berjalan beriringan. Sebenarnya ada jalan setapak menuju rumah, namun kami memilih jalur hijau.

“Ada udang di balik rempeyek, eh, dibalik batu.” Kami menyusuri sawah sembari mengamalkan peribahasa “Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui”. Saat berjalan, tangan kami asyik memetik beberapa batang (saya kurang tau, istilahnya apa) kacang hijau. Saya tidak dibebani tugas memetik, hanya mereka berdua. Tapi tas saya menjadi gudang seleundupan yang tak seberapa itu. Ada perkataan menarik yang diucapkan kakak saya.

“ngambilnya jangan banyak-banyak, satu petak sawah satu batang aja, kasihan petaninya, biar kita nggak dianggap nyuri.” (kurang lebihnya begitu kalau diucapkan dengan Bahasa Indonesia, ^^)
     
     Intinya, menurut kami (saat itu), kalau mengambil kacang hijau dalam jumlah sedikit maka tidak disebut mencuri. (padahal mah sama saja, he). Kejadian itu terjadi dua hari berturut-turut. Kami berniat akan membuat bubur dengan kacang hijau yang kami peroleh. Padahal jika kalian tahu, kacang hijau yang kami dapat sangatlah sedikit. Tentu saja, karena kami memetik dengan hati nurani, sedikit sekali.^^.
     
     Hingga ketika ibu saya tahu, beliau pun menasihati kami untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Esoknya, saya disuruh mengantar semangkuk bubur kacang hijau untuk teman saya. Ya, akhirnya kami dibuatkan bubur dengan biji kacang hijau yang bukan hasil selundupan kami. Alhamdulilah. Setelah itu, kami tak pernah lagi mengulangi “kenakalan” itu. Hingga saat ini, jika saya mengingat kejadian tersebut, saya hanya tersenyum. Betapa “kreatifnya” kami ketika kecil dahulu.
 
NB: kepada bapak2 yang kacang hijaunya hilang beberapa biji karena ulah kami, kami mohon maaf sebesar-besarnya.

4 komentar:

  1. :D

    Aduh.... bocah cilik.....
    anaa-na bae sih....
    ora rampung-rampung kiye ngguyune....

    :D:D:D:D

    BalasHapus
  2. wkwkwk... maklum.. msh bocah.... hha :)

    BalasHapus