Pages

About

Selasa, 11 Februari 2014

Jangan Remehkan Kebaikan, Walau Unyu-Unyu







Sebelum masuk ke pembahasan, saya mau tanya, unyu2 bisa diartikan kecil kan? Hhe.
       
Salah satu alasan saya menulis tema ini, sebagai pengingat untuk kita. Karena beberapa waktu lalu, saya mendengar sendiri percakapan antara A dan Z, sebut saja mereka seperti itu. A baru pulang, ia letakkan barang belanjaannya.
Z: ini punya siapa? (sambil mengangkat sebuah jilbab)
A: oh.. itu punya aku, mau aku kasih ke ibu.
Z: ngasih satu doang? (sinis)
A: iya, bisanya segitu. (tersenyum getir)

Nah, si A memang menjawab dengan enjoy, tapi saya yakin di hatinya sudah banjir. Kalau kita diperlakukan seperti A, bagaimana? Padahal, untuk membeli jilbab untuk ibunya, ia harus berhemat. Dia bukan orang berpunya. Entah si Z tahu keadaan ekonominya atau tidak, tapi tentu tak pantas baginya menghina si A. Apa jika A memberi ibunya hanya sebuah jilbab, tak pantas? Terasa pelit? Atau perhitungan? Tidak, tidak seperti itu. Bagaimana mungkin A perhitungan kepada ibu yang sangat dicintai dan mencintainya pula.

 

Jika di zaman Rasulullah ada wanita yang membelah kurmanya untuk kedua anak perempuannya, maka hari ini pun ada. Seperti cerita si A. Pagi hari, sang Ibu sudah memasak telur mata sapi, hanya sebuah. A dipersilakan makan telur itu semuanya. Ia tak enak badan, eh, maksudnya tak enak hati kepada ibu tercintanya. Ia memang sudah lama tak makan telur mata sapi, tapi tak sampai hati menghabiskannya sendiri. Maka dibelah dualah telur itu, si ibu menolak, tapi ia keukeuh meletakkannya di piring sang ibu. Yang menambah rasa haru si A, ketika ibu memberikan kuning telurnya saat makanannya habis. “ini kuning telurnya, kan ini kesukaanmu”, kata ibunya. Ya rabb.. subhanallah.. Sekarang, adakah anak yang perhitungan kepada orang tua yang ia cintai? Saya rasa tak ada.

Kembali ke cerita awal, perbuatan Z jelas tak benar. Memberi hadiah kepada ortu, adalah perbuatan mulia. Kita pun tak bisa menyamakan orang lain dengan kita. Tidak diharuskan juga hadiah itu mahal. Kalau kita tahu suatu perbuatan itu mulia, baik, dan berpahala, maka kita tak boleh meremehkannya. Sekalipun kebaikan itu unyu-unyu alias kecil dan terkesan remeh. Sebagaimana sabda Rasulullah:
لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ
"Janganlah sekali-kali kebaikan sekecil apapun itu, walau engkau bertemu saudaramu dengan wajah berseri (menyenangkan)." (HR. Muslim)
         
Sekedar bertemu teman dengan pasang muka ramah saja berpahala, apalagi lebih dari itu. Membantu teman, memberi hadiah ortu, menjenguk saudara yang sakit, dan masih banyak lagi. Dan mengapa contoh di hadits tersebut adalah pasang muka ramah, ceria? Karena kita tak pernah suka disuguhi wajah ngambek dan kusut oleh teman kita. Apalagi kita tak tahu apa-apa, apapun alasan dia. Iya kan?
       
The last, jangan remehkan kebaikan, walau unyu-unyu.

_Haibara Ai_

0 komentar:

Posting Komentar